Jakarta, katasulsel.com — PUSDAK UNUSIA merilis hasil penelitian yang menemukan bahwa akar masalah dari pengungkapan tindak pidana korupsi karena tertutup oleh suatu kepentingan yang saling berkaitan di antara pelaku dengan sistem penyelenggaraan tata kelola pemerintahan dengan pihak ketiga, misalnya keterlibatan swasta dalam korupsi pengadaan. Kemudian, jika berbicara soal pencegahan dan penanggulangan korupsi pada anggaran ke-bencanaan-an tantangan yang dihadapi oleh penegak hokum seperti Komisi Pemberantasan Korusi (KPK) adalah kesalahan soal penganggaran bantuan yang kurang akurat atau keterlambatan pendistribusian anggaran karena tidak memiliki sumber data yang mapan, cenderung amburadul, jelas Muhammad Aras Prabowo, S.E., M.Ak selaku Peneliti Pusat Pendidikan dan kajian Anti Korupsi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (PUSDAK UNUSIA).
Menteri keuangan Sri Mulyani bahkan mengatakan bahwa kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia dapat mengakibatkan hingga 3,78 juta penduduk mengalami kemiskinan, dan 5,2 juta orang dapat kehilangan pekerjaan mereka, dikutip Aras dari penelitian Gorbiano (2020). Oleh karena itu, perlu pemetaan potensi korupsi anggaran covid-19. Dan mendorong peningkatan strategi pencegahan dan penindakan dalam tidak pidana korupsi anggaran covid-19, tambah Direktur Lembaga Profesi Ekonomi dan Keuangan PB PMII.
“Alokasi Anggaran Untuk Penanganan Covid-19 Tahun 2020 ± Rp. 1.626,09 T, terdiri dari APD Rp. 2,06 T; Infrastruktur RS Rp. 1,09 T; Subsidi Pemulihan Ekonomi Rp. 1.601,75 T; Bantuan Sosial RP. 21,19 T. Sedangkan, tahun 2021 ± Rp. 1.171,72 T diantaranya APD Rp. 193,93 T; Infrastruktur RS Rp. 23,94 T; Vaksin 1 Rp. 13,92 T; Vaksin 2 Rp. 161,20 T; Vaksin 3 Rp. 33,98 T; Subsidi Pemulihan Ekonomi Rp. 744,75 T” terang Aras sekaligus Ketua Program Studi Akuntansi UNUSIA.
Korupsi Anggaran Untuk Penanganan Covid-19 tahun 2020 ± Rp. 41,447 T terdiri dari APD Rp. 0,006 T; Infrastruktur RS Rp. 0,062 T; Subsidi Pemulihan Ekonomi Rp. 41,3 T; Bantuan Sosial Rp. 0,067 T. Sedangkan, tahun 2021 ± Rp. 0,048 T yaitu APD 0,002 T; Infrastruktur RS Rp. 0,014 T; Subsidi Pemulihan Ekonomi Rp. 0,032 T.
“Oknum dan Instansi yang terseret korupsi adalah Pemerintah Pusat diantaranya Kementerian Sosial RI dan Pihak Swasta; Pemerintah Provinsi diantaranya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Utara; Pemerintah Kabupaten/Kota diantanya Mantan Bupati Kab. Bandung Barat dan Pihak Swasta; Pemerintah Desa yaitu Matan Kades Jomaya, Cirebon” warning Aras kepada Dr. Nurul Ghufron, M.H selaku Wkil Ketua KPK yang hadir dalam diskusi tersebut. 25/04/2022.
Di akhir presentasinya, Peneliti PUSDAK merekomendasikan kepada KPK agar pengadaan dengan kondisi darurat tetap harus mengendepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas; pemerintah perlu membuat kanal informasi yang bersifat real-time, akurat dan dapat diakses oleh publik luas agar implementasi realokasi anggaran Covid-19 di tingkat pusat maupun daerah dapat diawasi; dan penguatan keterlibatan masyarakat melalui upaya pengawasan partisipatif. Dan pengawasan partisipatif hanya bisa diwujudkan jika KPK bersahabat dengan seluruh elemen masayarakat, termasuk lembaga pusat kajian korupsi di Indonesia.
Nurul Ghufron mengakui bahwa ada kesamaan temuan antara penelitian PUSDAK UNUSIA dengan KPK. “Apa yang dipaparkan oleh tim peneliti PUSDAK memiliki kesamaan dengan temuan kami di KPK, namun yang terpenting adalah bagaimana agar peran kita dalam pemberantasan korupsi tidak hanya fokus pada penindakan saja, akan tetapi bagaimana meningkatkan pencegahan korupsi. Karena penindakan hanya mengatasi bagian hulu saja, tidak untuk hilir” jelasnya dalam kegiatan Pelantikan Bdan Pengurus Pusat Pendidikan dan Kajian Anti Korupsi dan Desiminasi Hasil Analisis.(*)
Tinggalkan Balasan