banner 650x65

Ditulis oleh : Mutiya Nur Assyifa
Mahasiswi : Prodi Akuntansi Universitas Nadhlatul Ulama Indonesia

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat memberikan dampak positif untuk memudahkan pekerjaan namun ada dampak negatifnya juga yang bisa menjadi masalah besar bagi suatu perusahaan yaitu terjadinya kebocoran data, karena itu bisa menghilangkan kepercayaan publik terhadap perusahaan tersebut, selain itu juga berimbas buruk kepada pemilik data karena biasanya data yang bocor digunakan sebagai bahan penipuan.

Kebocoran data (data leakage) biasanya terjadi tidak sengaja karena adanya kelalaian pengguna atau sistem keamanan data yang buruk. Lain lagi dengan pencurian data (Data Breach) biasanya terjadi atas dasar kesengajaan dan biasanya hasil data yang dicuri akan dijual ke pihak lain.

Di era digitalisasi ini nilai data yang terus meningkat mampu memberikan peluang kepada pelaku kejahatan digital, seperti cybercrime. Kebocoran data biasanya terjadi melalui web dan email atau bisa juga melalui penyimpanan data seluler seperti hard drive. Data yang bisa dicuri oleh peretas atau hacker akibat dari kebocoran data antara lain :

  1. Informasi identitas pengguna seperti nama, alamat, nomor telepon, alamat email, user, dan password,
  2. Aktivitas atau riwayat pengguna selama terhubung ke data seluler,
  3. Informasi kartu kredit seperti, nomor kartu, tanggal expired, kode pos penagihan, dll,
  4. Informasi rahasia, seperti email, komunikasi internal perusahaan, strategi perusahaan, dll.

Belum lama ini publik juga sedang digegerkan dengan kasus peretasan data oleh seorang hacker yang bernama Bjorka. Kasus ini bermula dari peretasan informasi data digital milik Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Pejabat dan Badan Inteljen Negara (BIN) oleh Bjorka yang kemudian ia bocorkan ke publik melalui media sosisal. Bjorka mengungkapkan bahawa dirinya sudah berhasil meretas data sebanyak 26.730.797 dari aktivitas browsing user indihome. Bjorka juga mengatakan bahwa dirinya sudah menjual data milik warga negara Indonesia (WNI) sebanyak 105 juta yang berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Electronik (UU ITE) Bjorka bisa dikenai sanksi karena melakukan pelanggaran UU ITE Pasal 30 ayat 1 sampai 3 atas illegal akses, kemudian UU PDP Pasal 67 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3.

Untuk menindaklanjuti kasus ini kepolisian berusaha mencari tau jati diri Bjorka sampai akhirnya pada 14 September 2022, kepala divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menangkap salah satu pemuda asal madiun yang diduga sebagai Bjorka. Namun ternyata setelah adanya penangkapan, Bjorka kembali muncul di sosial media dan merespon kabar penangkapan dirinya, dan ia mengatkan bahwa telah terjadi salah tangkap karena adanya kekeliruan informasi yang diberikan oleh dark traker pasal nya pemuda asal madiun tersebut bukan lah Bjorka.

Lantas sebenarnya siapa itu Bjorka dan bagaimana kelanjutan kasusnya ?, dan dari sistem keamanan data yang telah dirancang Kominfo sendiri patut dipertanyakan sih, karena di era digitalisasi ini hampir semua aktivitas seseorang dapat direkam disebuah komputer menggunakan software, jadi mungkin saja peretasan data ini tejadi karena adanya kesalahan pada sistemnya sehingga mampu memberikan celah atau peluang kepada para hacker untuk mengakses data-data didalamnya.

banner 650x650