Dalam pergaulan hidup bermasyarakat diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul.

Oleh: Shabrina Munthazah
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA INDONESIA

SISTEM pengaturan pergaulan tersebut akan menjadi pedoman untuk saling menghormati, yang dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, cara berkomunikasi agar hubungan sas sama lain merasa senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi, yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat.

Dengan demikian, etika merupakan suatu aturan umum yang mencakup suatu mila tasa noemi yang mengatur perilaku manusia dalam kehidupan bermasyarakat termasuk dalam lingkup suatu profesi.

Etika disebut juga dengan laxa normatif karens di dalamnya mengandung norma dan nilai-nilai yang dapur diganakan dalam tatanan kehidupan. Etika akan memberikan semacam Iudasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya.

Etika berkaitan dengan seru pergaulan manusia, sehingga etika diciptakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada dak bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala catdakan yang secara logika dan rasional dinilai menyimpang dan karna dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan self comando diri sendiri), karena segala sesuatunya dibuat tetapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial.

Pentingnya Etika Profesi

Nilai-nilai etika bukanlah milik perorangan tapi milik sekelompok sosial masyarakat, yang merupakan landasan dalam pergaulan, baik dengan kelompok atau masyarakat pada umumnya, maupun dengan sesama anggotanya, yaitu masyarakat profesional.

Golongan ini sering menjadi pusat perhatian karena adanya tata nilai yang telah disepakati bersama, yang mengatur dan tertuang secara tertulis melalui kode etik profesi sehingga diharapkan dapat menjadi pegangan para anggotanya dalam berperilaku.

Etika profesi muncul dalam rangka penyempurnaan perilaku kerja ke arah yang lebih baik, paling tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Etika profesi harus dipahami sebagai rambu-rambu yang telah disepakati bersama bagi sekelompok pekerja dalam menunaikan tugas-tugasnya, agar berjalan sesuai dengan rambu-rambu yang ada dan terhindar dari hal-hal yang tidak dinginkan.

Dengan demikian, etika profesi sangat penting bagi setiap kelompok kerja profesi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tidak jarang terjadi para pekerja terlihat kaku dalam memahami aturan-arturan yang tertuang dalam etika profesi sesuai dengan badangnya.

Etika dan Hukum

Baru-baru ini, upaya telah dilakukan untuk berbicara tentang hubungan antara etika dan hukum.

Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal:
Pertama, pejabat publik sering melakukan pelanggaran etik, terutama Ketua Mahkamah Konstitusi yang banyak disoroti oleh para ahli hukum atas pelanggaran etiknya. Kedua, review UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang dipandang sebagai campuran antara hukum dan etika.

Etika dan hukum secara teoretis dan filosofis merupakan dua entitas yang berkaitan erat, namun berbeda dalam implementasinya.

Etika adalah tempat hukum berada, dan hukum itu sendiri adalah perwujudan hukum yang disetujui dan diformalkan. Dalam filsafat hukum dikenal tataran hukum yang dimulai dengan nilai, asas, norma dan hukum. Dalam konsep ini etika berada pada tataran norma dan prinsip, sehingga kedudukan etika berada jauh di atas hukum.

Akibatnya, pelanggaran etika menerima kritik yang sama, atau bahkan lebih banyak, secara sosiologis daripada pelanggaran hukum.

Saya, dan hampir semua orang di negeri ini, marah ketika kita melihat seseorang yang jelas-jelas bersalah tetapi karena formalitas hukum yang tidak memadai atau bahkan karena peradilan tidak dapat menyentuh mereka yang berkuasa, harus dibebaskan begitu saja.

Menurut kekuasaan atau uang. Sekali lagi kita harus menyaksikan para politisi korup terbebas dari belenggu hukum, terlebih lagi di puncak karir politiknya, meski ternyata mereka melakukan pelanggaran etik dan hukum yang tidak sepele.

Kepemimpinan di semua level cenderung populis akibat budaya politik baru yang tumbuh dalam tradisi demokrasi sehingga menimbulkan gejala antara kesadaran pusat kekuasaan, yang menuntut dukungan rakyat, dan kesadaran kelas menengah, yang memengaruhi pembentukan debat publik dan membentuk “politik masa kini”, dan retorika politik yang direfleksikan oleh massa, yang media digunakan sebagai ukuran popularitas dalam tindakan nyata yang mempengaruhi dinamika kehidupan sosial.

Tokoh infrastruktur masyarakat tanpa sadar dimotivasi oleh keadaan untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam agenda politik nasional, sehingga melupakan fungsi pembangunan masyarakat. Sebuah masyarakat bebas lepas kendali. Akibatnya, nilai-nilai lama ditinggalkan, sedangkan nilai-nilai baru tidak terbentuk. Hal ini juga menyebabkan perilaku masyarakat condong ke ekspresi ekstrem dalam spektrum yang luas.

Pelanggaran Etika

Di negara yang demokrasi dan hukum menyatu dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, pelanggaran etika biasanya memiliki konsekuensi yang sama dengan pelanggaran hukum. Banyak pejabat pemerintah di negara-negara tersebut yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya karena diketahui, atau bahkan diduga, melakukan pelanggaran etika. Kita harus melihat respek yang mereka tunjukkan terhadap martabat kemanusiaan mereka, yang dinilai tidak kurang dari sekedar status.

Namun di Indonesia hubungan tersebut tidak terjadi, seorang pejabat pemerintah hanya meninggalkan jabatannya ketika diharuskan oleh undang-undang/peraturan untuk diberhentikan. Tidak peduli seberapa serius pelanggaran etika yang dia lakukan atau berapa banyak pelanggaran etika yang dia lakukan, jika peraturan tidak secara jelas mengatakan dia harus dipecat, dia tidak akan pernah berhenti.

Lagi-lagi kasus yang paling nyata sebagai contoh adalah yang terjadi pada Ketua Mahkamah Konstitusi AH. Meskipun dia telah berulang kali melakukan pelanggaran etika yang sangat serius secara fundamental, dia tetap memilih untuk mempertahankan posisinya atas kemanusiaannya.(*)

Catatan: Artikel ini dikirim langsung oleh penulis. Segala hal terkait artikel opini ini menjadi tanggung jawab penuh penulis

Dapatkan berita terbaru di Katasulsel.com