Jakarta – Menko Polhukam, Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin atau Mahfud MD, telah mengungkap dugaan kasus mafia tanah yang menimpa lahan milik PT Perkebunan Nasional II (PTPN II) di Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara (Sumut).
Menurut Mahfud MD, kasus tersebut mengandung unsur pidana dan diduga merugikan negara hingga Rp 1,7 triliun.
“Pada rapat bersama di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, hari Selasa (18/7/2023), kami melakukan analisis atas putusan pengadilan mengenai lahan negara seluas 464 hektare di Tanjung Morawa, Sumatera Utara. Lahan tersebut semula milik PTPN II, namun tiba-tiba dalam kasus perdata, pihak tersebut kalah di pengadilan,” ujar Mahfud MD kepada para wartawan.
Mahfud MD mengungkapkan bahwa pada tahun 2019, setelah sejumlah penggugat (234 orang) meminta eksekusi atas lahan tersebut, baru diketahui bahwa tanah tersebut sebenarnya telah lama menjadi milik PTPN II. Namun, ada kejanggalan dalam surat bukti hak atas tanah yang digunakan dalam proses gugatan perdata.
“Surat tersebut sudah dibuat sejak 20 Desember 1953 dan digunakan oleh masyarakat sebagai bukti kepemilikan tanah. Namun, kami menemukan beberapa kejanggalan dalam surat tersebut, seperti ejaan yang tidak mungkin ada pada surat yang dibuat pada tahun tersebut,” terang Mahfud.
Menurut Mahfud, dugaan kasus mafia tanah ini melibatkan seorang individu bernama Murachman, yang sebelumnya mengaku sebagai pemilik tanah tersebut setelah mendapat informasi dari seorang teman. Namun, saat di pengadilan, Murachman mengaku tidak mengetahui secara pasti kepemilikan tanah tersebut oleh ayahnya.
Mahfud MD menegaskan bahwa tindakan mafia tanah merupakan masalah serius dan pemerintah akan mengambil langkah-langkah hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini dan mengembalikan lahan tersebut kepada negara.
Dalam keterangan tertulis dari hasil diskusi yang dilakukan oleh Kemenko Polhukam, dinyatakan bahwa dampak dari proses pidana ini dapat mempengaruhi upaya hukum dalam kasus perdata yang saat ini sedang dilakukan oleh PTPN II. Negara berpotensi kehilangan 17% aset yang dikelola oleh PTPN II, setara dengan jumlah yang sangat besar, yakni Rp 1,7 triliun.
“Karena hukum pidananya belum inkrah, kami akan melakukan upaya hukum terlebih dahulu dari sudut hukum pidana. Analisis atas kasus ini sudah dilakukan dan beberapa kejanggalan telah diungkapkan dalam memori kasasi,” tambah Mahfud MD.
Kasus dugaan mafia tanah ini menjadi perhatian serius pemerintah dalam upaya melindungi aset negara dan memberikan contoh tegas dalam menangani masalah-masalah serupa di masa depan.
Sumber: Detik News (Dilansir dari Radar Berita Indonesia.com).
Tinggalkan Balasan