banner 650x65

Makassar – Tantangan sulitnya masyarakat berpenghasilan rendah, terutama mereka yang bergantung pada penghasilan informal atau tidak tetap, untuk mendapatkan hunian layak semakin mengemuka. Situasi ini telah meruncingkan permasalahan backlog perumahan, yaitu kesenjangan antara jumlah rumah yang telah dibangun dan kebutuhan mendesak masyarakat akan hunian yang layak.

Secara sederhana, backlog perumahan menggambarkan kesenjangan antara jumlah rumah yang telah diperuntukkan dengan jumlah rumah yang sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, masih ada sejumlah besar individu dan keluarga yang belum mampu merasakan manfaat memiliki tempat tinggal yang memadai.

Khairun Amran Diada, Ketua Bidang Kemitraan dan Mediasi dari Forum Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa situasi ini mengindikasikan tantangan serius bagi pemerintah, terutama dalam merayakan Hari Perumahan Nasional yang ke-15 dan Hari Ulang Tahun Republik ke-78.

Di tengah kondisi ini, Dia berpendapat, “Dibutuhkan langkah-langkah inovatif untuk mempermudah masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya mereka yang memiliki pekerjaan tidak tetap, dalam mendapatkan hunian yang layak. Ironisnya, setelah 15 tahun merayakan Hari Perumahan Nasional dan 78 tahun perjuangan kemerdekaan, masyarakat masih menghadapi kesulitan dalam memiliki rumah. Kondisi di mana backlog perumahan terus meningkat harus segera menjadi fokus perhatian kita,” ujar Khairun Amran, Rabu, 30 Agustus 2023

Namun, sambungnya, tantangan ini juga dihadapi oleh pemerintah sendiri, terutama dalam hal alokasi anggaran. Di sisi lain, lembaga perbankan yang menjadi pelaksana program Kredit Perumahan Rakyat (KPR) juga dianggap belum memberikan perhatian serius terhadap pemecahan permasalahan backlog perumahan, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Di tengah perdebatan ini, Dia mengusulkan, kerja sama yang lebih erat diperlukan, terutama dalam membangun rumah-rumah terjangkau bagi mereka dengan penghasilan informal seperti pekerja penyapu jalan, buruh, petugas sampah, ojek online, pedagang kaki lima, dan termasuk jurnalis. Peran perbankan tidak hanya sebatas mengambil keuntungan dari program KPR yang menghasilkan miliaran hingga triliunan rupiah, tetapi juga memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat berpenghasilan rendah.

Pendapat Khairun sejalan dengan pengalaman Dg Ngunjung, seorang pengemudi ojek online di Makassar. Dg Ngunjung mengungkapkan bahwa ia sudah berkontrak rumah selama puluhan tahun. Kenaikan harga properti serta kesulitan mengakses kredit perumahan di bank telah menjebaknya dalam lingkaran sulit.

“Kami bersedia menjadi nasabah bank untuk menabung dan memiliki rumah sendiri, tetapi realitasnya tidak semudah itu. Kami berharap pemerintah dan perbankan yang melaksanakan program KPR dapat bersama-sama mencari solusi, sehingga kami yang termasuk dalam golongan masyarakat ekonomi lemah juga memiliki kesempatan memiliki hunian sendiri,” ungkapnya dengan harapan yang tulus.(*)

banner 650x650