banner 600x50

Jakarta – Wacana mengenai kemungkinan pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang semula dijadwalkan pada 27 November 2024, kini mendapat respon dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian. Tito menyatakan bahwa ide pemajuan Pilkada ke bulan September berasal dari berbagai pihak, termasuk partai politik, pengamat, dan akademisi.

Pernyataan ini disampaikan Tito Karnavian di kantor Kemendagri, Jakarta, pada Selasa (5/9). Ia menjelaskan bahwa ide ini telah dibahas dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan mengatakan bahwa perubahan jadwal Pilkada bisa diatur secara tahapannya.

Salah satu pertimbangan utama di balik pemajuan pemungutan suara Pilkada 2024 adalah untuk mencapai sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Tito mencatat bahwa selama ini terdapat ketidakseimbangan antara masa pelantikan kepala negara dan kepala daerah, yang berpotensi mengganggu rencana pembangunan.

Tito menyebut contoh bahwa saat Presiden Joko Widodo dilantik pada Oktober 2014, kemudian terjadi Pilkada pada tahun 2017 dan 2018, ada bupati dan gubernur baru yang harus merencanakan pembangunan dalam periode lima tahun mereka sendiri. Hal ini seringkali tidak sinkron, dengan konsekuensi proyek-proyek pembangunan yang tidak terkoordinasi di berbagai daerah.

Dalam upaya mengatasi masalah ini, Tito menyampaikan bahwa pemungutan suara Pilkada yang dimajukan ke bulan September akan memungkinkan pelantikan kepala daerah dilakukan tiga bulan setelahnya, yakni pada tanggal 1 Januari 2025. Hal ini akan mendekatkan pelantikan kepala daerah dengan pelantikan presiden yang dijadwalkan pada Oktober 2024.

Tito menekankan bahwa pemajuan ini akan memberikan waktu yang cukup untuk penyelesaian sengketa Pilkada setelah pemungutan suara. Dia juga menyatakan bahwa Kemendagri tidak memiliki masalah dengan pemungutan suara Pilkada yang dimajukan jika KPU merasa siap untuk melaksanakannya.