Katasulsel.com – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kabupaten Sidrap melaksanakan pemusnahan arsip dinamis inaktif di depan kantornya, Kompleks SKPD Sidrap, Kelurahan Batu Lappa, Kecamatan Watang Pulu, Kamis (23/11/2023).
Arsip yang dimusnahkan bersumber dari 26 desa/kelurahan dan 1 kecamatan, mulai tahun 1996 sampai tahun 2015. Jenis/klasifikasi arsip dinamis inaktif yang dimusnahkan terdiri dari arsip umum, arsip pemerintahan, arsip kesejahteraan rakyat, arsip perekonomian, arsip kepegawaian dan arsip keuangan.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala DPK Sidrap, Ahmad Dollah, Sekretaris DPK, Hj. Andi Asmi, Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika, Asmawati Piarah, dan Inspektur Pembantu Wilayah IV Inspektorat Sidrap, Mustamir Zainuddin.
Tampak pula Kepala Sub Bidang Pengamanan, Pemindatanganan, dan Penghapusan BKAD Sidrap, Guntur, Analis Hukum Ahli Muda Bagian Hukum Sidrap, Pangki Suwito, Kepala Bidang Kearsipan, Novita Burhan, beserta jajaran DPK Sidrap.
Kegiatan tersebut merujuk Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 , Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyusutan Arsip, Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Kearsipan dan Peraturan Bupati Sidenreng Rappang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Jadwal Retensi Arsip.
Ahmad Dollah menjelaskan, pemusnahan arsip adalah sebagai kegiatan pengurangan jumlah arsip yang telah habis retensinya dan tidak memiliki nilai guna.
“Ini juga bertujuan untuk efisiensi dan efektivitas pengelolaan serta penyelamatan arsip itu sendiri dari pihak-pihak yang tidak berhak untuk mengetahuinya,” ungkapnya.
Selanjutnya Ahmad mengatakan , arsip sebagai rekaman kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap instansi, volumenya akan selalu bertambah seiring dengan kegiatan yang dilaksanakan.
“Semakin besar tugas pokok dan fungsi instansi maka semakin banyak kegiatan yang dilakukan maka akan semakin banyak pula arsip yang tercipta,” ucapnya.
Tingkat pertumbuhan arsip di instansi, lanjut Ahmad, membawa konsekuensi logis terhadap penyediaan ruang simpan, sarana kearsipan, tenaga pengelola, waktu dan biaya. Semakin banyak arsip yang harus dikelola maka akan semakin besar biaya, waktu, tenaga dan sarana yang diperlukan.
“Secanggih apapun sistem penataan dan penyimpanan arsip yang digunakan, banyak sedikitnya arsip akan tetap,” terangnya.
Ahmad juga mengatakan, pemusnahan arsip hakekatnya adalah pemusnahan alat bukti karena arsip adalah bukti transaksi, bukti terjadinya peristiwa, bukti kerja, bukti kepemilikan dan lain sebagainya.
“Oleh karena itu pemusnahan arsip wajib dilakukan sesuai dengan kaidah kearsipan, prosedur dan peraturan yang berlaku sehingga dapat dipertanggung jawabkan apabila terjadi persoalan di masa-masa yang akan datang karena dari kegiatan pemusnahan melahirkan pengganti arsip yang dimusnahkan,” tutur Ahmad.
“Dengan demikian para pelaksana tidak akan dapat disalahkan kalau pun di kemudian hari ada kerugian negara yang diakibatkan dari tindakan pemusnahan yang telah dilakukan.”imbuhnya.
Ahmad juga menjelaskan, memusnahkan arsip adalah memusnahkan barang bukti, maka harus dilakukan sesuai dengan kaidah kearsipan dan ketentuan perundang-undangan agar hasil pelaksanaan melahirkan bukti pengganti arsip musnah yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Pemusnahan arsip dengan sengaja diluar prosedur yang benar maka pemusnahan tersebut illegal atau tidak sah dan diancam dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak 500 juta, sebagaimana UU 43 tahun 2009 pasal 86,” tandasnya
Tinggalkan Balasan