banner 600x50

Makassar, Katasulsel.com — Masjid Tua Katangka di Kabupaten Gowa, sebagai saksi bisu perkembangan Islam di Sulawesi Selatan, memancarkan pesona sejarah yang menggetarkan.

Terletak kokoh di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, masjid ini tak hanya menjadi tempat ibadah sehari-hari bagi warga setempat, tetapi juga menjadi destinasi wisata religi yang menarik bagi pengunjung dari berbagai daerah.

Bagaimana kisahnya? berikut beberapa poin penting yang berhasil dirangkum katasulsel.com dan grup;

Awal Sejarah yang Memikat

Dilansir dari jurnal Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, masjid yang awalnya dikenal sebagai Masjid Al Hilal atau Masjid Tua Al Hilal Katangka, telah membirukan sejarah sejak tahun 1603 M. Dibangun oleh Raja Gowa XIV I Mangngarangi Daeng Manrabbia, masjid ini menjadi pusat pengembangan Islam di Kerajaan Gowa. Pilihan lokasi yang dipercaya suci, serta keberadaan makam Raja-raja Gowa di sekitar area masjid, menambah kesakralan tempat ini.

Perpaduan Budaya dalam Arsitektur

Masjid Tua Katangka bukan hanya sekadar bangunan bersejarah, tetapi juga simbol kebudayaan yang kaya. Sebagaimana diungkapkan dalam jurnal Dosen dan Mahasiswa Arsitektur UIN Alauddin Makassar, arsitektur masjid ini mencerminkan perpaduan budaya dari berbagai belahan dunia.

Gerbang Utama: Jejak Kolonial Belanda

Gerbang utama masjid ini menampilkan ciri khas arsitektur Kolonial Belanda dengan warna putih Nieuwe Bouwen dan ornament gawel yang mirip bangunan Eropa, seolah-olah mengingatkan akan kehadiran Benteng Rotterdam.

banner 250x250

Pilar Bangunan: Eklektik Klasik Yunani

Pilar bangunan, sebagai penyangga utama, menggunakan ornamen order doric yang berciri khas klasik Yunani. Material dari Kolonial Belanda memberikan kekuatan struktural yang kokoh pada bangunan.

Atap: Sentuhan Jawa, Cina, dan Belanda

Atap masjid mencerminkan pengaruh budaya Jawa dalam bentuk atap yang menyerupai atap Joglo. Mustaka atau keramik guci dari Cina, bersanding dengan genteng Belanda, memberikan sentuhan multikultural pada arsitektur masjid.

Serambi: Ruang Transisi Multifungsi

Serambi masjid, dengan fungsi sebagai ruang transisi untuk tempat wudhu, mengadopsi kebudayaan Jawa. Sementara itu, bedug yang terdapat di sana menjadi simbol penting dalam menandai waktu salat bagi masyarakat setempat.

Mimbar: Simbiosis Budaya yang Harmonis

Mimbar masjid memancarkan keunikan dengan bentuk yang menyerupai atap klenteng, dihiasi dengan keramik Cina dan ukiran berbahasa Arab-Makassar. Ini menjadi simbiosis budaya yang harmonis antara Cina, Arab, dan lokal Makassar.

Jendela: Jejak Budaya Kolonial

Jendela masjid membawa jejak budaya kolonial dengan kemiripan desainnya dengan jendela di Benteng Fort Rotterdam. Ukurannya yang luas memberikan sirkulasi udara dan pencahayaan yang optimal bagi pengunjung.

Dinding: Pertahanan dan Kebesaran

Dinding tebal masjid, mencapai 120 centimeter, bukan hanya menyiratkan ketebalan struktural, tetapi juga memberikan kesan pertahanan yang kokoh, sebagaimana masa perang dan penjajahan Belanda pada zaman itu.

Pelestarian Sebagai Kewajiban

Dalam menjaga keaslian dan keindahan arsitektur Masjid Tua Katangka, upaya pelestarian menjadi sebuah kewajiban. Dibutuhkan peran aktif dari pemerintah, komunitas, dan masyarakat luas untuk menjaga warisan berharga ini agar tetap lestari dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Menginspirasi Melalui Kebudayaan

Masjid Tua Katangka tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menyajikan inspirasi melalui kekayaan budaya yang tersimpan dalam setiap ornamen dan detail arsitekturnya. Keberagaman budaya yang tercermin dalam masjid ini menjadi cerminan harmoni dan persatuan dalam perbedaan.

Menyimpan Kisah yang Harus Diketahui

Seiring berjalannya waktu, Masjid Tua Katangka tetap tegar menyimpan kisah-kisah berharga yang harus diwariskan kepada generasi penerus. Dari sejarah perkembangan Islam di Sulawesi Selatan hingga perpaduan budaya dalam arsitekturnya, setiap elemen masjid ini menyimpan cerita yang tak ternilai harganya.

Sebuah Kenangan Abadi

Masjid Tua Katangka tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi penanda abadi akan kejayaan Islam dan kekayaan budaya di tanah Sulawesi Selatan. Sebagai titik temu antara masa lalu dan masa kini, Masjid Tua Katangka tetap mengukir kenangan yang tak terlupakan dalam sejarah dan kebudayaan Indonesia. (*)