Katasulsel.com, Jakarta – Menyandang gelar Ahli Farmasi bukan sekedar title belaka. Profesionalitas, komitmen, dedikasi, dan pengabdian menjadi sesuatu yang kompleks terhadap tanggung jawab yang diembannya. Ahli Madya Farmasi (A.Md. Farm) maupun Sarjana Farmasi (S, Farm) adalah gelar profesionalitas yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam pengolahan, peracikan, dan pemahaman tentang beragam jenis obat dan penggunaanya.
Gelar tersebut diperoleh setelah menempuh pendidikan di perguruan tinggi program pendidikan Diploma 3 Farmasi (D3 Farmasi) maupun Sarjana S1 Farmasi. Namun demikian, bukan hanya ada di perguruan tinggi saja, sekarang banyak Sekolah Menengah Kejuruan yang membuka jurusan farmasi. Hal ini tentunya menjadi dasar keilmuan jika nantinya siswa yang bersangkutan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, maksudnya ialah sudah mempunyai gambaran perihal farmasi ketika nanti melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
Setiap sekolah maupun universitas memiliki mata pelajaran atau mata kuliah yang berbeda- beda karena kurikulum yang berbeda di masing-masing lembaga pendidikan. Umumnya maata kuliah yang akan dipelajari di jurusan farmasi diantaranya adalah farmasetika dasar, farmasi fisika, biokimia, farmakologi dasar dan toksikologi, farmakognosi, farmakologi sistem organ, farmasi forensik, interaksi obat, hingga farmasi klinik.
Hampir sama dengan jurusan lain, jurusan farmasi memiliki peminatan. Biasanya umiversitas punya kebijakan tersendiri dalam menentukan peminatan ini. Ada 4 oeminatan di jurusan farmasi yaitu, farmasi sains dan tekhnologi, farmasi industri, farmasi klinik, dan farmasi bahan alam.
Karena perkembangan dan kemajuan tekhnologi yang pesat, apalagi di dunia industri farmasi, tenaga kefarmasian juga akan terus dibutuhkan. Dimana sekarang obat-obatan semakin kompleks dibutuhkan, apalagi setelah dunia di terpa pandemi Covid19. Dimana ahli farmasi berusaha menemukan obat maupun vaksin dalam jangka waktu yang relatif cepat. Ini menunjukan profesionalitas mereka dan pengabdiannya bagi masyarakat.
Jenjang karir di dunia farmasi cukup banyak, diantaranya apoteker, bekerja di rumah sakit, klinik, laboratorium, maupun perusahaan farmasi. Instansi pemerintah pun juga banyak membutuhkan tenaga kefarmasian diantaranya badan pengawas obat dan makanan, kementrian keaehatan, puskesmas.
Tenaga kefarmasian bukan hanya mendapatkan gelar saja, setelah menempuh pendidikannya tetapi langkah nyata ketika membuat dosis, meracik, meramu, membentuk, dan menyimpan obat serta menjamin stabilitasnya sehingga aman digunakan bagi pasien. Semuanya melalui disiplin keilmuan yang menjadi fundamental keahlian yang tidak dimilki profesi lain.
Ketika muncul pertanyaan, bagaimana menjamin integritas tenaga kefarmasian itu ? Pertanyaan ini mempunyai cakupan yang luas, salah satunya ialah etika bidang kefarmasian. Seorang ahli farmasi harus mempunyai prinsip etika kefarmasian. Prinsip etika kefarmasian yaitu prinsip tanggung jawab, prinsip keadilan, prinsip otonomi, prinsip integritas moral. Keempat prinsip tersebut hatus dimiliki oleh seorang ahli farmasi.
Dalam Keputusan Kongres Ikatan Apoteker Indonesia nomor 014/KONGRES.IAI/XXI/VI/2022 tentang Penetapan Kode Etik Apoteker Indonesia terdapat beberapa kewajiban yaitu kewajiban umum, kewajiban apoteker terhadap diri sendiri, kewajiban apoteker terhadap pelayanan pelanggan, kewajiban apoteker terhadap teman sejawat, kewajiban apoteker terhadap profesi kesehatan lainnya dan kewajiban apoteker terhadap sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.
Etika tersebut harus konsisten diterapkan sehingga saat pengambilan keputusan bisa optimal dan menekan kekacauan pelayanan dan resiko negatif yang mungkin terjadi.
Guna menghimpun semua tenaga kefarmasian serta menjaga komitmen dan integritas tenaga kefarmasian maka dibentuklah sebuah wadah organisasi bernama PAFI (Persatuan Ahli Farmasi Indonesia). Didirikan tepatnya pada tanggal 13 Februari 1946 di Hotel Merdeka Yogyakarta, Zainal Abidin terpilih menjadi Ketua PAFI pertama.
Dalam Anggaran Dasar PAFI Hasil Munas XIV 16 Februari 2019 Bab VI Pasal 16 disebutkan tugas pokok PAFI adalah meningkatkan pelayanan dan praktik kefarmasian di Indonesia.
Pasal 17 menyebutkan PAFI berfungsi sebagai wadah dan sarana penyalur kegiatan anggota dalam menggalang persatuan dan kesatuan segenap anggota untuk pembangunan kesehatan dibidang kefarmasian. Sebagai sarana pengembangan dan pembinaan dan meningkatkan keahlian serta memperjuangkan hak dan kewajiban anggota.
Sebagai sarana penyalur aspirasi dan komunikasi antar anggota, organisasi, dan pemerintah. Membantu memenuhi kebutuhan masyarakat tentang usaha produksi hingga pelayanan kefarmasian serta pendidikan kefarmasian. Sebagai wadah untuk mendorong dan memfasilitasi pendidikan berkelanjutan bagi anggota.
Dengan demikian, diharapkan lewat organisasi PAFI ini tenaga teknis kefarmasian dapat memberikan kontribusi nyata dalam tatanan kesehatan masyarakat dan juga mendapatkan tenaga teknis kefarmasian yang handal, dihasilkan dari sistem pendidikan yang berkualitas.
Adapun untuk mengetahui lebih dekat mengenai PAFI, Anda bisa kunjungi laman https://pafi.id/
Tinggalkan Balasan