Makassar, Katasulsel.com – Ketua Tim Kuasa Hukum Ikving Lewa alias Koko Jhon, Buying Harjana Hamna, menyatakan kliennya bukan bandar narkoba. Selama ini, disebutnya telah terjadi penggiringan opini publik dan juga tekanan massa dalam persidangan.
Olehnya itu, Buyung meminta majelis hakim membebaskan kliennya. Toh, dalam persidangan, mulai pembacaan dakwaan hingga tuntutan dan pembacaan pledoi, diklaimnya tidak ada bukti kuat terkait tuduhan sebagai bandar narkoba.
“Kesimpulannya, kami meminta agar klien dinyatakan tidak bersalah. Bebas atau setidak-tidaknya lepas dari tuntutan hukum,” ujar Buyung, kepada awak media, saat konferensi pers di salah satu kafe di Kota Makassar, Rabu (4/9/2024) malam.
“Kami berkeyakinan Koko Jhon bukan bandar narkoba. Tidak ada barang bukti langsung yang membuktikan,” sambung Buyung.
Tim kuasa hukum Koko Jhon juga mempertanyakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Tuntutan 18 tahun bui dengan barang bukti 7,6 gram, bahkan masih berat kotor dinilai terlalu berlebihan. Padahal, dalam kasus lain, ada terdakwa dengan barang bukti besar, tuntutannya lebih ringan.
Sejak ditangkap pertengahan Januari 2024, Buyung menyebut sebenarnya tidak ada barang bukti narkoba yang ditemukan langsung. Adapun 7,6 gram sabu berasal dari dua tersangka lain. Sabu itu dikemas dalam 46 plastik bening, tapi tak pernah dihitung berat bersihnya.
Selama proses penangkapan hingga persidangan, diakuinya sangat banyak upaya penggiringan opini publik bahwa kliennya adalah bandar narkoba. Selama ini, tim kuasa hukum diam karena ingin melihat fakta persidangan. Hasilnya, ditugaskannya tak ada bukti langsung.
“Selama ini, kami diam dan menunggu hingga pemeriksaan saksi selesai. Barang bukti 7,6 gram itu berasal dari dua penangkapan tersangka lain. Berat tersebut adalah berat kotor yang dibungkus dalam 46 klip plastik, namun tidak disebutkan berat netto-nya dalam dakwaan,” kata Buyung.
Selain itu, ia bilang ada tiga buah handphone yang disita dari Koko Jhon saat penangkapan. Namun, ternyata hingga kini tidak pernah dibuka untuk mengetahui apakah ada transaksi atau percakapan terkait narkoba.
“Kami menduga adanya sebuah konspirasi. Kami sebagai penasihat hukum berkeyakinan bahwa terdakwa Ikving Lewa alias Koko Jhon bukanlah seorang bandar,” tegasnya.
Dalam persidangan, pernyataan para saksi pun ada yang bertolak belakang. Bahkan, ada saksi yang mencabut BAP. Buyung menyebut dua saksi itu berinisial IL dan LU mengaku mereka hanya disodorkan BAP untuk ditandatangani tanpa mengetahui isinya secara rinci saat pemeriksaan.
“Mereka bahkan mencabut keterangannya di persidangan karena tidak sesuai dengan fakta, dan mengaku tidak mengenal Ikving Lewa,” tutur Buyung.
Adapun peran IL dan LU, kata Buyung, adalah kurir alias penempel sabu. Mereka mendapatkan narkoba dari seseorang berinisial MY, yang dikaitkan dengan DA. Nah, DA inilah yang dihubungkan dengan Koko Jhon. Persoalannya, DA tidak lagi berhubungan dengan Koko Jhon dalam beberapa bulan.
Hal serupa disampaikan kuasa hukum lainnya, Syahban Sartono Leki, yang membantah keras tuduhan bahwa kliennya Koko Jhon adalah bandar narkoba. Menurutnya, banyak berita yang beredar beberapa bulan sebelumnya terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan fakta persidangan.
“Kami ingin menyampaikan kepada publik bahwa fakta persidangan menunjukkan tidak ada kesesuaian antara saksi dan barang bukti yang justru milik orang lain,” jelas dia.
Dalam berbagai pemberitaan, Ikving disebut sebagai bandar besar yang mengedarkan 2-3 kilogram narkoba. Namun, di persidangan, fakta justru menunjukkan hal yang bertolak belakang.
“Saat sidang, ada tekanan dari beberapa kelompok yang meminta Ikving dihukum mati, bahkan ada yang mengancam jika tidak, maka hukum adat akan berlaku,” tambahnya.
Syahban juga menyebut adanya dugaan konspirasi dalam kasus ini, di mana kesaksian justru bertolak belakang dengan tuduhan yang dialamatkan kepada Ikving.
Sekadar diketahui, Koko Jhon ditangkap pada 15 Januari 2024 di Anomali Cafe, Makassar, tanpa ditemukan barang bukti sabu. Tiga hari setelah penangkapan, penggeledahan dilakukan di ruko milik Koko Jhon di Jalan Jenderal Sudirman, Bone, dan tetap tidak ditemukan sabu.
Barang bukti 7,6 gram sabu baru diperoleh dari penangkapan dua tersangka lain yang dikaitkan dengan Koko Jhon. Dalam persidangan, Koko Jhon dituntut 18 tahun penjara dan denda Rp5 miliar subsider 1 tahun oleh JPU di Pengadilan Negeri (PN) Watampone pada Selasa (20/8).
Sidang lanjutan kasus Koko Jhon diagendakan berlangsung hari ini dengan agenda replik. Selanjutnya sidang duplik dilaksanakan pada Senin pekan depan, sebelum agenda putusan yang belum dijadwalkan. (*)
Tinggalkan Balasan