banner 600x50

Saya berhenti sejenak. Memesan segelas kopi susu panas. Harganya cuma Rp3 ribuan saja. Murah sekali.

Satu tegukan—dan saya pun terdiam. Ini bukan sekadar kopi. Ada cerita di dalamnya.

Kopi UNISAN terasa seperti esensi dari Sidrap sendiri. Bukan manisnya saja yang mempertegas itu, tapi pahitnya yang bersahaja juga.

Seperti Sidrap, kota yang tumbuh dari kesederhanaan menjadi salah satu sentra beras yang dikenal luas.

Saya terus menyeruput, sementara di aula lantai dua, mulai riuh persiapan mulai terdengar.

Sebentar lagi, Aswagino dan kabinetnya akan diambil sumpahnya. Sebuah panggung baru bagi pemuda-pemuda Sidrap yang digembleng untuk menghadapi masa depan.

Pelantikan berlangsung hikmat. Aswagino, yang menggantikan Padli Odding, menyampaikan pesan penuh harap.

Saya menyimak setiap kata yang disampaikan Aswagino. Retorikanya bagus, menggebu-gebu.

Duduk disamping Pak Nahar, anggota DPRD Sidrap, membuat saya ikut terhormat, tak lama kemudian, Doktor Jabbar datang menyapa. Saya di tengah.

“Sidrap harus maju. Kita semua harus fokus,” kata Aswagino dari ujung alat pembesar suara di tangannya.

Kalimat yang sederhana, namun tajam. Fokus, seperti secangkir kopi susu yang saya habis minum. Tak banyak hiasan, langsung pada inti. Manis sekali, heee..