banner 600x50

Penulis: Andi Baso Bone Mappasissi

TULISAN ini merupakan refleksi atas dinamika perkembangan Kabupaten Bone, ada beberapa hal yang penting untuk dijadikan renungan bersama, misalnya Bone saat ini dengan segala kemajuannya, apakah telah mencapai lompatan peradabannya?.

Tentu, menjawab hal demikian sangat filosofis, pada saat yang sama persoalan paling elementer masih ditemui dalam keseharian kita, seperti keluhan warga sekaitan pelayanan dasar, komitmen penataan dan kebersihan kota dan penciptaan lapangan kerja dan lain sebagainya.

Akan tetapi, dalam konteks ini tidak berlebihan juga mengajukan suatu pertanyaan seperti demikian, karena Bone telah melalui rute yang panjang, dengan kisah jatuh bangunnya boleh dikatakan Bone sebelum menginjakkan usia 694 tahun sudah dan telah memiliki ciri peradaban yang khas dengan segudang cerita melalui manuskrip, artefak dan beserta peninggalan sejarah lainnya.

Kilas balik tentang Bone yang penuh kejayaan, tanah yang pernah makmur dengan level keadaban tinggi perlahan-lahan menjadi ilusi. Kemajuan Bone seakan menggerus nilai keadaban yang telah dirajut oleh pendahulu, bahkan dikonotasikan sebagai penghambat kemajuan, sudah tidak relevan lagi dengan konteks zaman dan perkembangan saat ini.

Bone dalam beberapa dekade ini dibangun atas proyek ambisius yang sangat subyektif minim partisipasi dan orientasi, proyek pembangunan dominan pada sesuatu yang bersifat instrumental ketimbang memprioritaskan pembangunan manusia.

banner 250x250

Mengenang salah satu program Bone yang pernah digaungkan sebagai center of point kawasan sejarah budaya Bugis menunjukkan akan adanya lompatan peradaban, ternyata hanya merupakan bagian episode pembangunan yang hilang, justru semakin kehilangan arah, jauh dari marwah dan nilai kebugis-an yang telah lama melekat sebagai identitas nilai. Jargon dan simbol modern semakin menguat dengan meleburkan eksistensi nilai peradaban Bone dalam pembangunan.

Jalan lupa, awal peradaban Bone dibangun atas proyek-proyek pembangunan kemanusiaan. Perlu diingat lagi, narasi pergerakan emansipasi sebagai titik balik pengangkatan derajat kemanusian pernah dilakoni oleh masing-masing para pemimpin terdahulu. Arung Palakka La Tenritatta misalnya sebagai prototype pemimpin Bone yang dijuluki sang pembebas, memiliki semangat perjuangan membangun dan mengangkat derajat kemanusian di atas segalanya.

Secara konfrontasi benar-benar berjuang mengembalikan dan memerdekakan rakyat Bugis dari cengkraman kekuasaan dan perbudakan.

Deretan kisah perjuang tersebut adalah salah satu bagian transformasi nilai, perubahan besar yang terjadi di Bone menuju keadaban manusia. Sejarah perkembangan intelektual ini diwariskan kepada generasinya sehingga menjadikan Bone sebagai negeri para pemimpin yang arif dan bijaksana, setidaknya melahirkan tokoh progresif yang mengabdikan diri pada perjuangan hak-hak kemanusiaan dan kesetaraan dalam setiap pembangunan.

Mengutip falsafah pendahulu “Poleka ri laleng winru, Tanra kutuju mata, Balinna sulessa’na” artinya : Aku datang dari sebuah masa, menuju sebuah perubahan, untuk membangun kejayaan. Romantisme atas kejayaan Bone yang pernah menjadi sebuah catatan sejarah dalam perubahan kini dan esok, harus menjadi pemantik kembali pada gerak perubahan menuju transformasi besar.

Narasi, gagasan dan transformasi nilai-nilai kemanusiaan yang pernah dibenamkan oleh mereka para pendahulu harus kembali menjadi pijakan dan role of model dalam menata masa depan Bone.

Salamaki to pada salama