Sidrap, Katasulsel.com — Sore itu, Selasa, 22 Oktober, langit Maritengngae sedikit memerah. Di bawahnya, kerumunan warga Majelling berbondong-bondong menuju salah satu titik.
Mereka datang bukan karena ingin merayakan pesta. Ini lebih penting dari sekadar panggung hiburan.
Mereka ingin bertemu dengan Dony dan Datar, pasangan yang mereka sebut sebagai “harapan baru” Sidrap.
Muh Yusuf Dollah, atau Dony, dengan senyum lebar di wajahnya, maju ke depan.
Suaranya tenang, tapi pesannya kuat, “Sidrap harus lebih maju. Bukan cuma bicara, tapi aksi nyata,” katanya.
Ia tidak menawarkan janji kosong. Ia membawa daftar panjang program. Bukan sekadar daftar belanja, ini adalah solusi.
“PBB, untuk yang nilai objek pajaknya di bawah lima puluh ribu, kita gratiskan. Pemerintah yang bayar. Kalian fokus saja pada keluarga,” ucapnya, menatap mata-mata yang sudah lama jenuh dengan beban pajak.
Listrik? “Buat yang dayanya 450 sampai 900 KWH, kita berikan gratis. Tidak perlu lagi bayar tagihan bulanan. Hidup sudah cukup sulit, biar pemerintah yang urus ini.”
Tepuk tangan terdengar, meski pelan. Mungkin mereka masih kaget. Atau mungkin mereka menahan harapan yang terlalu lama dipendam.
Lalu ia bicara soal 1.000 bedah rumah. “Setiap tahun, seribu rumah akan kita bangun ulang. Gratis. Rumah yang layak, rumah yang aman. Ini bukan mimpi, tapi target.”
Warga mulai berbisik. Sebuah perubahan besar sedang dipertaruhkan.
Dan Dony belum selesai. “Layanan kesehatan gratis. Ada antar jemput ke rumah sakit, biar kalian yang sakit tidak perlu lagi mikir biaya transportasi.”
Lalu ada seragam sekolah. Anak-anak dari TK sampai SMP dari keluarga miskin akan mendapat seragam gratis. “Ini untuk masa depan mereka,” tegasnya.
Tak hanya itu, Dony menawarkan Rp 5 miliar per kecamatan untuk jalan dan jembatan. “Jalan yang baik bukan sekadar aspal, itu nadi ekonomi. Kita bangun.”
Warga mulai mengangguk. Kata-kata Dony, meski singkat, tepat sasaran. Seperti panah yang mengenai tengah papan bidik.
Datar, yang duduk di samping, tak banyak bicara. Senyumnya sederhana, tapi ia tahu peran besarnya. “Ini bukan soal kami, tapi soal kita,” ucapnya pelan, tetapi penuh makna. Ia tahu, pemimpin yang baik adalah yang mendengar lebih banyak daripada berbicara.
Mereka, DOATA, tahu satu hal: janji tanpa aksi hanyalah omong kosong. Dan mereka tidak datang untuk itu. Mereka datang dengan solusi, untuk mengubah Sidrap, dari mimpi jadi nyata.(*)
Tinggalkan Balasan