banner 600x50

Ada satu prinsip lama dalam politik: kadang, mundur satu langkah bisa membawa kita dua langkah ke depan. Itulah yang dilakukan Golkar.

Oleh: Edy Basri

Di tengah sorotan, partai berlambang pohon beringin ini menyerahkan kursi Ketua MPR kepada Gerindra, demi delapan kursi menteri di Kabinet Merah Putih.

Bahlil Lahadalia, Ketua Umum Golkar yang cerdik, mengungkapkan ini dalam perayaan HUT ke-60 partainya. Awalnya, Golkar hanya mendapat lima kursi.

Tapi, seperti permainan catur, Bahlil menggerakkan pion-pionnya. Negosiasi panjang, manuver cerdas, dan akhirnya, tambahan tiga kursi pun didapat. “Alhamdulillah, menjadi delapan,” kata Bahlil, tersenyum puas.

Namun, kursi Ketua MPR harus dilepas. Sebuah kompromi. Mengapa? Bahlil tidak ingin berkonfrontasi dengan Prabowo, presiden terpilih.

“Kita enggak bisa lawan Presiden, Pak,” katanya lugas. “Kalau kita lawan, repot semua.”

Dalam dunia politik, ini langkah pragmatis. Daripada berebut kursi simbolik, Golkar memilih kekuatan riil di kabinet.

Di bawah kepemimpinan Bahlil, Golkar kini memegang peranan penting di sektor-sektor strategis: energi, ekonomi, komunikasi.

Bahlil sendiri dipercaya menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, sektor kunci yang mempengaruhi hampir semua aspek ekonomi.

Airlangga Hartarto, mantan ketua umum, tetap memegang kendali di bidang ekonomi sebagai Menko. Sementara Meutya Hafid, dengan latar belakang media, ditunjuk sebagai Menteri Komunikasi dan Digital.

Golkar bukan hanya memperkuat posisi politiknya. Bahlil menyatakan bahwa partainya siap membantu pemerintahan Prabowo mencapai target ambisius: membawa Indonesia masuk ke jajaran 10 besar ekonomi dunia. “Kami siap bekerja keras,” ujarnya penuh keyakinan.

Di balik semua ini, ada satu hal yang Golkar ingin pastikan: relevansi. Dalam politik, relevansi adalah kunci. Dan Golkar, melalui lobi cerdasnya, memastikan mereka tetap kuat, tidak hanya di ranah politik tetapi juga di pemerintahan.

Dengan delapan menteri dan tiga wakil menteri, Golkar kini punya posisi strategis untuk memengaruhi kebijakan nasional, khususnya di bidang energi dan ekonomi, dua sektor vital bagi kemajuan Indonesia.

Langkah Golkar ini memperlihatkan satu hal yang jelas: kadang, kompromi adalah strategi jitu. Dan kali ini, Golkar berhasil meraih kemenangan panjang di balik langkah pendek yang terlihat “mundur”. (*)