banner 600x50

Sidrap, Katasulsel.com — Suasana malam, di Desa Bulo Watang, Kecamatan Panca Rijang, Selasa, 22 Oktober 2024, terasa sejuk.

Di bawah kolong salah satu rumah warga, H. Mashur, Calon Bupati Sidrap, berdiri tegap.

Di hadapannya, masyarakat Panca Rijang berkumpul, mulai dari petani, pedagang, hingga pemuda setempat. Suasana begitu akrab, seolah pertemuan keluarga besar.

“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” sapa H. Mashur dengan suara tenang namun penuh keyakinan.

Jawaban salam serentak bergema. Wajah-wajah yang lelah setelah seharian bekerja tampak lebih segar.

Malam ini, mereka berharap mendengar sesuatu yang lebih dari sekadar janji. Mereka ingin masa depan yang pasti.

H. Mashur tahu itu. Ia tak perlu banyak basa-basi. “Saya bukan mau berjanji. Tapi kita akan bersama-sama membangun Sidrap. Program unggulan kami, HAMAS NA, bukan sekadar rencana. Ini kerja bersama,” ujarnya, sambil tersenyum tipis.

“Macca,” katanya membuka. “Pendidikan itu fondasi. Kita akan renovasi sekolah-sekolah yang rusak. Tidak ada lagi anak yang belajar di bangunan bocor.”

Warga mulai mengangguk. “Beasiswa untuk anak berprestasi dan kurang mampu, dari SD hingga perguruan tinggi, harus berjalan. Anak-anak Sidrap akan lebih cerdas. Guru-guru kita juga akan semakin berkualitas, dilatih, diberi sertifikasi,” lanjutnya.

Suasana mulai hangat. H. Mashur tahu, pendidikan adalah impian panjang warga desa. Tapi, bukan hanya itu. Pertanian, nyawa Panca Rijang, tak ketinggalan.

“Mario,” katanya singkat. “Harga gabah harus stabil. Petani tidak boleh rugi. Pupuk akan kita pastikan selalu ada, subsidi atau non-subsidi.

Irigasi? Jangan khawatir. Kita urus. Kita bangun industri pengolahan hasil tani, perkebunan, hingga ternak. Hasil bumi kita harus bisa bersaing di luar negeri.”

Dari belakang, seorang bapak tua mengangkat tangan. “Bagaimana soal pakan ternak, Pak Haji?” tanyanya, cemas.

“Tenang, Bapak,” jawab H. Mashur, “Harga pakan juga kita jaga. Kita tidak akan biarkan peternak menjerit.”

Semua mata tertuju padanya. Perhatian penuh.

“Madising,” lanjutnya. “Kesehatan. Kita akan bangun Rumah Sakit Regional. Tim kesehatan akan keliling setiap desa, memantau kesehatan warga. Pelayanan BPJS? Tetap gratis. Tidak ada yang dibiarkan sakit tanpa bantuan.”

Setiap kalimatnya seperti jaring yang menjerat harapan warga. Tapi ia tak berhenti di situ. Madeceng, Mabbarakka, Sidrap Berdaya—semua program ia jelaskan dengan bahasa sederhana, tetapi penuh makna.

Infrastruktur, keagamaan, kesejahteraan. Ia tak hanya bicara soal beton dan aspal, tapi juga soal hati dan rasa. Bagaimana imam masjid akan dihargai dengan umrah gratis, bagaimana masjid akan punya ambulans sendiri.

“Kita bangun Sidrap ini bersama,” tutupnya dengan suara yang menggelegar, namun tetap lembut.

Malam itu, dialog di bawah bintang tak berakhir dengan janji kosong. Masyarakat pulang dengan rasa harapan yang segar. Karena H. Mashur bukan hanya berbicara, ia menawarkan perjalanan bersama—menuju Sidrap yang lebih baik.(*)