Sidrap, Katasulsel.com — Di Dusun 3 Lasilottong, senja mulai turun. Seakan waktu melambat di Desa Mojong, Kecamatan Watang Sidenreng.
Angin sore, Rabu, 23 Oktober 2024 itu, membawa kesejukan, merayap di antara raut wajah-wajah yang penuh harap.
Mereka duduk di bawah naungan pohon besar, menanti seorang tamu. Bapak Supardi, tokoh masyarakat di sini, menyambut kedatangan sosok yang mungkin akan merubah nasib warga.
Yusuf DM, atau lebih akrab disapa Dony, tiba. Tanpa banyak basa-basi, ia langsung menyapa. Calon Bupati Sidrap nomor urut satu itu mengajak bicara, bukan sekadar pidato.
“Saya ke sini bukan untuk janji, tapi untuk mendengar,” katanya singkat. Seperti irama sore itu, suaranya tak meninggi. Lembut tapi jelas.
Bersama Muh. Datariansyah, wakilnya yang biasa dipanggil Datar, mereka menawarkan program yang tak muluk-muluk, tapi nyata.
PBB gratis bagi yang nilai objek pajaknya di bawah Rp 50.000. Seperti mengangkat beban yang menumpuk di bahu warga.
“Tak ada lagi kekhawatiran soal pajak,” ujar Dony sambil menatap para petani yang biasanya harus memutar otak untuk membayar.
Listrik 450-900 KWH? Gratis. Dony tersenyum saat menyebutkan itu. Seakan dia tahu, listrik bisa menjadi masalah besar di sini.
“Kita mau masyarakat bisa hidup lebih nyaman,” tambahnya, kali ini lebih serius.
Tak berhenti di situ, ada 1.000 rumah yang akan dibedah tiap tahun. Rumah-rumah yang reyot, genteng bocor di kala hujan, lantai tanah yang basah—akan berubah menjadi tempat layak huni.
Wajah-wajah di Lasilottong mulai mengangguk. Mereka tahu ini bukan sekadar mimpi, tapi tawaran yang menggugah.
Pengobatan gratis, layanan antar jemput bagi yang sakit. Seperti menambah bumbu dalam harapan warga yang sudah lama tak percaya akan janji-janji pemimpin.
“Kesehatan itu hak semua orang,” ujar Datar, menyambung pembicaraan.
Seragam sekolah juga gratis, dari TK hingga SMP, program infrastruktur yang memastikan jalan-jalan tak lagi berlubang. Semua itu mengalir dalam bahasa yang sederhana, tapi mengena.
Dony tahu, untuk meyakinkan warga, bukan kata-kata panjang yang dibutuhkan, melainkan program yang bisa dirasakan langsung.
Imam, pegawai syara, guru mengaji? Kesejahteraan mereka pun tak luput dari perhatian. “Mereka adalah penjaga moral dan spiritual kita,” katanya.
Di bawah pohon itu, percakapan mengalir ringan. Seolah-olah tak ada jarak antara Dony dan warga.
Bukan lagi tentang siapa yang menjadi pemimpin, tapi siapa yang benar-benar mendengar. Senja semakin memerah, seperti menjanjikan harapan baru bagi warga Lasilottong.
Dony berpamitan, tapi pesan yang ia tinggalkan jelas: perubahan ada di tangan mereka.(*)
Tinggalkan Balasan