banner 600x50

Sidrap, Katasulsel.com — Langit Desa Lise pada Sabtu malam, 26 Oktober 2024, itu cerah. Bintang-bintang berkelip. Seolah ikut menyaksikan tatap muka H. Mashur dengan warga setempat.

Desa Lise, Kecamatan Panca Lautang, malam itu hidup. Anak-anak berlarian, ibu-ibu duduk bersila, bapak-bapak bertopang dagu, mata mereka berbinar mendengar calon pemimpin mereka berbicara. Malam itu, suara hati warga tersalurkan.

H. Mashur berdiri di depan. Tegar. Suaranya mengalun pelan namun tegas. Kadang ia berhenti sejenak, menanggapi keluhan, menjawab harapan yang muncul dari mulut para warga. Dan warga, mereka mendengarkan. Rencana demi rencana mengalir. Program demi program dipaparkan. Semuanya demi Sidrap yang lebih baik.

H. Mashur menuturkan tentang Macca. Bukan sekadar janji, tapi visi. Sekolah-sekolah yang rusak akan diperbaiki. Anak-anak Lise dan Sidrap akan belajar di ruang kelas yang layak, dengan fasilitas modern. Beasiswa tersedia, dari SD hingga perguruan tinggi. “Guru-guru juga akan kami tingkatkan kualitasnya,” ujar H. Mashur. Pendidikan, katanya, adalah cahaya di ujung jalan.

Lalu Mario. Pertanian, perkebunan, peternakan, hingga perikanan. Semua diatur. H. Mashur menjamin harga gabah stabil, Rp 6.500 hingga Rp 7.500 per kilogram. Pupuk, katanya, akan tersedia tanpa antre. Tak ada kelangkaan. Irigasi, terutama di daerah tadah hujan, akan dibenahi. “Kecamatan Pitu Rawa dan Pitu Riase akan jadi kawasan industri buah-buahan,” tambahnya. Warga hanya bisa tersenyum. Mereka tahu, pertanian adalah denyut kehidupan mereka.

Kesehatan, katanya, adalah hak. Madising, begitu ia menamai programnya. Tim monitoring kesehatan akan aktif di tiap desa. Rumah sakit regional akan berdiri kokoh di Sidrap. Puskesmas lebih lengkap, tenaga medis bertambah, pelayanan BPJS gratis dilanjutkan. Setiap desa akan punya jadwal pengobatan gratis, setiap bulan. “Kesehatan kita pastikan terpenuhi,” ucapnya. Warga yang hadir, mengangguk setuju.

Di Madeceng, H. Mashur punya janji besar. Jalan desa, jalan tani, dan jembatan akan dibangun. Danau Sidenreng akan jadi primadona wisata, katanya. Tak hanya itu, ia ingin Sidrap bersih dari sampah dan banjir, fasilitas olahraga tersedia, pasar nyaman, dan jalan-jalan menyala di malam hari. “Sidrap MENYALA,” katanya yakin.

Bagi imam desa, insentif tambahan. Program umrah gratis, bahkan ambulan di tiap masjid. Mabbarakka, mereka menyebutnya. Suara warga terdengar lirih, penuh harap. Mereka tahu, peran para imam ini memang tak selalu terlihat, namun terasa dalam kehidupan masyarakat.

Sidrap Berdaya, katanya. Bantuan modal, pelatihan, dan alat produksi untuk UMKM. Malebbi mengusung keamanan; penyakit sosial harus dibasmi. 4S—sabung ayam, narkoba, perjudian, dan pencurian—tak boleh ada di Sidrap. Dan Makessing, pemerintahan yang disiplin, transparan, melayani, dan merakyat. Pajak rendah, layanan cepat, beasiswa bagi ASN berprestasi.

Malam itu, Desa Lise penuh harapan. Di bawah terang bintang, H. Mashur berbicara. Janji-janji yang bukan hanya kata-kata, tapi mimpi yang ingin diwujudkan. Sidrap, dalam mata mereka, tampak berkilau malam itu.(*)