Sekilas, ia terlihat lembut. Wajahnya teduh, mata tenang. Tapi, jangan salah. Tekadnya keras. Begitu keras hingga malam dingin terasa hangat oleh kegigihannya.
“Malam ini kita tidak boleh lengah,” ucapnya kepada rekan-rekan sesama Satpol PP. “Satu kekacauan saja, bisa merusak semuanya.”
Dan mereka paham. Mereka paham Fatma bukan hanya bicara soal keamanan aula. Tapi menjaga harapan, menjaga kepercayaan.
Di belakang podium, kandidat-kandidat berganti menyampaikan program dan janji-janji. Di depan mereka, audiens mengangguk-angguk. Menyimak. Ada yang tersenyum, ada yang merengut.
Ada yang mengepalkan tangan penuh semangat. Tapi, di sela kerumunan itu, Fatma dan rekannya bergerak seperti bayang-bayang, tanpa suara. Hanya tatapan tajam dan langkah yang teratur.
Fatma tahu, malam itu, bukan panggungnya. Tak ada sorotan untuknya. Tapi tanpa dirinya, tanpa mereka—tak akan ada panggung yang tenang.
Malam kian larut. Panggung debat selesai. Satu per satu orang meninggalkan aula. Tapi Fatma dan timnya masih berdiri, menunggu, memeriksa, memastikan aula aman dan tertib.
Tinggalkan Balasan