Ada cerita menarik dari pinggir Sungai Walatedong, Minggu pagi. Bukan soal ikan besar. Tapi tentang dua sosok pimpinan TNI dan Polri: Kapolres Sidrap AKBP Fantry Taherong dan Dandim 1420 Sidrap Letkol Inf. Awaloeddin.
Oleh: Edy Basri
Mereka, para petinggi itu, mendadak jadi “pemungut sampah”.
Bukan sembarang sampah. Tapi sampah plastik yang sudah terlalu lama bersarang di aliran sungai. Mengendap, mengotori air, menciptakan sumbatan, dan perlahan menjadi ancaman.
Dan aksi mereka bukan sekadar seremonial.
Diinisiasi oleh KPA Repala Sidrap, yang kali ini dibantu Masyarakat Peduli Bencana Indonesia, mereka bahu-membahu menyusuri tepian sungai, mencari setiap potongan plastik yang tersangkut.
Ada Kadis PSDA, Kadis Lingkungan Hidup, Dinas PU, hingga Senkom. Tak ketinggalan, pelajar SD sampai SMA ikut turun tangan. Berbondong-bondong, saling menyambung tenaga, mereka bergerak, bersama.
“Ayo jaga lingkungan,” ujar AKBP Fantry Taherong tegas. Suaranya menyentuh. Baginya, ini bukan cuma soal sampah di sungai, tapi tentang tanggung jawab. Tanggung jawab pada alam, pada warga, pada masa depan.
Di sisi lain, Dandim Awaloeddin menyambut ajakan ini dengan sikap lugas. “Kami, TNI dan Polri, tidak hanya menjaga keamanan. Hari ini, kami jaga kebersihan,” ujarnya.
Terlihat jelas, kepeduliannya. Ia berharap aksi mereka mampu menyentuh hati warga, menumbuhkan kesadaran untuk tidak sembarangan membuang sampah.
Aksi ini lebih dari sekadar kegiatan bersih-bersih. Ada pesan tersirat di baliknya. Bahwa sinergi TNI dan Polri tak melulu soal keamanan.
Tapi juga lingkungan. Mereka ingin menunjukkan, menjaga alam adalah kewajiban bersama.
Menjadi “pemungut sampah” bukan tugas biasa bagi seorang Kapolres atau Dandim. Tapi hari ini, mereka turun ke sungai.
Bukan hanya mengambil plastik. Mereka sedang menggaruk tumpukan masalah yang tertinggal selama ini. (*)
Tinggalkan Balasan