Sidrap, Katasulsel.com — Muh. Yusuf Dollah—atau yang lebih akrab disapa Dony—siang itu, Senin, 4 November 2024, duduk berdampingan dengan para pengurus Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Sidrap. Dari wajah-wajah yang mengelilinginya, tampak harapan. Harapan akan sebuah perubahan. Harapan akan keringat yang berbuah lebih manis.
Ini bukan sekadar janji politik. Bagi Dony dan pasangannya, Muh. Datariansyah atau Datar, program mereka bukan hanya deretan kata di atas kertas. Ia adalah peta. Peta yang akan menuntun mereka menuju Sidrap yang lebih sejahtera. Bagi mereka, kesejahteraan petani dan nelayan Sidrap bukan sekadar retorika. Itu adalah visi, dan KTNA adalah partner utama dalam perjuangan ini.
Dony membuka pembicaraan dengan sesuatu yang ringan tapi berat makna: pajak. Ia tahu, bagi masyarakat kecil, pajak tanah dan bangunan bukanlah sekadar angka. Bagi yang setiap hari bergulat dengan lumpur sawah atau melawan ombak, Rp 50.000 bisa berarti makan satu atau dua hari.
“Masyarakat kurang mampu tak perlu bayar PBB. Pajak ini kita hapuskan untuk mereka yang lahannya bernilai di bawah Rp 50.000,” ujarnya, disambut tepuk tangan hangat. “Listrik? Kami tahu, di desa, 450 hingga 900 KWH itu sudah cukup. Mereka tak perlu bayar. Biar pemerintah yang urus.”
Dalam wajah para petani itu, tersirat kelegaan. Satu beban telah diangkat. Di mata Dony dan Datar, ini bukan sekadar angka atau kebijakan. Ini tentang memastikan setiap warga bisa hidup layak. Bukan hidup sekadarnya.
Tidak berhenti di situ, Dony memaparkan program yang terdengar bak mimpi: 1.000 bedah rumah per tahun. Satu demi satu rumah yang tak lagi layak akan diubah, direnovasi, hingga kembali kokoh berdiri. “Kami ingin mereka tidur nyenyak, tanpa bocor di musim hujan, tanpa lantai yang dingin.”
Dan ketika bicara jalan dan jembatan, ia tampak semakin bersemangat. Lima miliar rupiah per tahun untuk setiap kecamatan. Itu bukan angka main-main. Jalan-jalan yang kini berlubang, jembatan yang kini usang, akan kembali berfungsi, kembali kokoh. Ini adalah jembatan harapan bagi petani dan nelayan untuk membawa hasil bumi dan laut mereka ke pasar dengan mudah, tanpa takut tergelincir atau tertahan.
Tak ketinggalan, kesejahteraan imam, pegawai syara, dan guru mengaji juga diutamakan. “Mereka ini penopang moral, penuntun akhlak kita. Sudah saatnya kita yang memberi mereka tunjangan,” tegasnya. Bagi Dony, pemberian tunjangan ini bukan sekadar memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga penghargaan. Penghargaan kepada mereka yang berperan dalam menjaga harmoni masyarakat.
Dony menutup dialog dengan pandangan jauh ke depan. Bersama KTNA, ia dan Datar bertekad menjadikan Sidrap sebagai daerah yang mandiri. “KTNA adalah tulang punggung kita. Program kami tak akan berarti tanpa dukungan para petani dan nelayan Sidrap.”
Dony tahu, perjuangan ini panjang. Tak ada yang instan. Namun, di antara para petani yang mendengar dengan seksama itu, ia melihat satu hal yang tak ternilai: kepercayaan. Kepercayaan yang, kelak, ia harap akan dibalas dengan kerja nyata, dengan Sidrap yang lebih sejahtera.(*)
Tinggalkan Balasan