Ditenagai rasa ingin tahu, Bu Nita mendekati para panitia untuk wawancara. Namun, saat ia hendak mewawancarai salah satu panitia, H. Mashur tiba-tiba menolak.
“Wawancarai saya saja,” ujarnya, menatap Bu Nita dengan percaya diri. Di situlah, di tengah perbincangan tentang penyakit jantung di Jakarta, H. Mashur secara tidak langsung ‘menembak’ hati Bu Nita.
“Ada yang aneh dengan dia,” pikir Bu Nita. “Dia bilang sakit jantung, padahal saat itu dia terlihat sehat dan penuh energi.”
Namun, siapa sangka, pertemuan itu menjadi jembatan bagi kisah mereka. Dari sana, sebuah hubungan dimulai, seperti benih yang ditanam di tanah subur, tumbuh dan bersemi seiring waktu.
Di tengah canda tawa, Bu Nita menambahkan, “Sejak saat itu, kami sering bertemu. Tidak hanya membahas simposium, tapi juga banyak hal lainnya.” Dia melanjutkan dengan senyuman, menggambarkan bagaimana H. Mashur selalu berhasil membuatnya tertawa, bahkan saat mereka membahas hal-hal serius.
Acara podcast ini bukan sekadar cerita dua insan yang bertemu karena pekerjaan, tetapi lebih dari itu. Ia mencerminkan bagaimana takdir bisa bekerja dengan cara yang tidak terduga.
Bu Nita dan H. Mashur, dua orang dengan latar belakang berbeda, kini bersatu dalam sebuah ikatan yang penuh makna.
“Mungkin dia memang sakit jantung,” Bu Nita berkelakar, “sakit jantung karena jatuh cinta.” tutur Bu Nita, sambil tertawa
Ya, sesi podcast itu ditutup dengan tawa, mengingatkan kita bahwa cinta bisa datang dari mana saja, bahkan dari sebuah simposium yang seharusnya membahas penyakit jantung.
Dari pertemuan pertama yang sederhana, kini mereka menjadi pasangan yang saling melengkapi.
Di tengah persaingan Pilkada Sidrap 2024, kisah ini menjadi bukti bahwa cinta dan komitmen bisa mengalahkan segala rintangan.
Siapa yang bisa menduga, bahwa dari sebuah wawancara, sebuah perjalanan hidup akan dimulai? (*)
Tinggalkan Balasan