banner 600x50

“Selama kampanye, suami saya tak pernah lupa menyapa saya di akhir acara. Bahkan, saya diberi kesempatan menjelaskan peran yang harus diemban sebagai Ketua TP PKK jika terpilih nanti.”

Bu Nita pun berbagi banyak ide soal program pemberdayaan perempuan. Tak hanya satu-dua konsep, ia punya rencana matang. Dari pelatihan keterampilan hingga akses ke dunia kerja. Ia percaya, perempuan yang kuat adalah pilar masyarakat yang tangguh.

Edy tak hanya berhenti di situ. Ia mengangkat gaya casual H. Mashur dan H. Nasiyanto saat debat publik pertama belum lama ini. Jaket santai nan milenial itu ‘mencuri’ perhatian publik, beda dari biasanya.

Siapa sangka, itu adalah ide Bu Nita sendiri. “Supaya lebih dekat dengan generasi muda,” ujarnya.

Podcast ini berlangsung empat episode, masing-masing sepuluh menit. Edy, yang tahu betul latar Bu Nita sebagai mantan reporter senior, memandu acara dengan tenang. Membawa audiens menyelam di antara nostalgia dan impian masa depan. Sementara Bu Nita? Ia membuktikan bahwa ia tak sekadar istri kandidat, tetapi juga seorang pendamping yang punya visi.

Kisah Bu Nita di episode ini semakin hidup. Ia bukan hanya duduk di kursi tamu, tapi juga memainkan peran penting di balik layar—di belakang setiap langkah H. Mashur. Ia tak hanya mendampingi, tapi menjadi bagian dari mimpi yang tengah dibangun.

Suasana studio terasa akrab, hangat. Edy menggali lebih dalam, ingin tahu pandangan Bu Nita soal perannya di tengah sorotan. Sebagai istri calon bupati, bagaimana ia menjaga keseimbangan antara mendukung suami dan tetap menjadi dirinya sendiri?

Bu Nita tersenyum, seolah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. “Saya tetap Bu Nita yang dulu, yang mandiri, yang pernah jadi reporter, yang tahu apa yang saya mau.” Baginya, mendukung suami adalah tugasnya, tapi ia tak ingin melebur dan hilang identitas. Justru, ia ingin menjadi suara bagi perempuan lain di Sidrap, yang mungkin tak punya kesempatan bicara.

Sebagai mantan jurnalis, Bu Nita paham pentingnya peran media. Dari layar kaca hingga frekuensi radio, ia tahu bagaimana mengemas pesan, membangun cerita, dan memengaruhi persepsi publik.