banner 600x50

Makassar, katasulsel.comSuasana di Hotel Harper Perintis Makassar terasa berbeda malam itu, Jumat, 9 November 2024. Hawa hangat, riuh rendah penonton, dan aura ambisi mewarnai ruang debat kedua Pilkada Sidrap 2024.

Tiga pasangan calon tampak bersiap; kali ini, pakaian mereka tak jauh beda dari debat pertama di Aula Pemkab Sidrap bulan lalu. Namun, malam ini ada semangat yang lebih. Ada harapan.

#Lampu sorot mulai fokus ke panggung. Debat dimulai.

SARKANAAH di Panggung Saat segmen pertama dibuka, Syaharuddin Alrif dan Nur Kanaah atau pasangan SARKANAAH, kandidat nomor urut 02, mengambil tempat.

Syaharuddin—dikenal dengan sapaan Pak Ustadz—berdiri tegap dalam balutan jas hitam dan kemeja putih. Gaya kasualnya, namun berkelas, memberi kesan seolah ia bukan hanya berdiri sebagai calon pemimpin, tetapi sebagai sosok yang siap memimpin.

Syaharuddin, putra seorang petani, tersenyum. Suara dalam, jelas, penuh ketenangan mengawali paparan visi mereka: “Sidenreng Rappang Maju dan Sejahtera.”

banner 250x250

Ruang debat menjadi hening. Penonton, meski penuh sesak dan dominan oleh pendukung masing-masing pasangan, mendengarkan dengan seksama.

Syaharuddin tahu, visi dan misi ini bukan hanya kata-kata. Ini adalah mimpi. Mimpi para petani, nelayan, dan buruh Sidrap. Mimpi warga kecil yang sering kali dilupakan.

Visi dan Misi yang Menembus Sekat Nur Kanaah, sosok tenang yang mendampinginya, melanjutkan misi mereka.

Dalam waktu empat menit yang berharga itu, ia berbicara tentang ekonomi Sidrap yang kuat. Bukan sekadar janji manis, ia menyebutkan langkah konkret: percepatan pengembangan agrobisnis, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan menciptakan lapangan kerja.

Sidrap, bagi mereka, adalah lebih dari sekadar daerah. Ini adalah tempat di mana setiap orang harus bisa hidup sejahtera.

“Kami ingin membangun Sidrap yang berkeadilan,” katanya, suaranya rendah, tapi tegas. Kalimat itu bergema.

Dan penonton bereaksi. Teriakan nomor “02!” menggema di ruangan. Sekelompok pendukung melambaikan tangan, berdiri, memberi tepuk tangan meriah.

Program Unggulan yang Menyentuh Warga Program unggulan mereka terdengar akrab. BPJS Kesehatan gratis, pupuk yang lancar, listrik masuk ke sawah, dan harga komoditas yang stabil.

Bagi para petani, program seperti ini bukan sekadar janji kampanye. Ini adalah napas hidup mereka.

“Listrik masuk sawah,” Syaharuddin menekankan, tangannya terbuka lebar seakan menggambarkan bahwa ini adalah hal yang pasti akan terjadi.

Setiap petani di Sidrap membutuhkan cahaya, bukan hanya di rumahnya, tetapi di lahannya. Tanpa itu, bagaimana panen akan maksimal?

Ia melanjutkan dengan pendidikan unggul, UMKM yang maju, dan potensi wirausaha bagi generasi Z dan milenial. Ia tahu bahwa Sidrap tak boleh tertinggal dalam inovasi. Ini bukan hanya program ekonomi; ini adalah rencana untuk masa depan.

Merangkul Semua Lapisan Pasangan ini juga punya mimpi besar tentang Sidrap yang aman dan religius. “Sidrap harus religius,” kata Syaharuddin dengan nada yang lebih serius. Bagi dia, ketenangan spiritual adalah bagian dari kesejahteraan.(*)

Aplaus kembali memenuhi ruangan. Orang-orang berbisik, mengangguk, seolah menyetujui. Di tengah keramaian, tampak seorang ibu yang duduk dengan anak kecil di pangkuannya, tersenyum mendengar janji pendidikan gratis untuk anak-anak miskin. Mungkin, baginya, ini adalah harapan nyata, secercah yang sering kali hilang dalam politik.

Akhir yang Menggugah Syaharuddin menutup pidatonya dengan kalimat yang sederhana namun dalam, “Berpolitik secukupnya, berkawan selamanya.” Kata-kata ini bukan sekadar slogan, tapi panggilan agar semua bisa merangkul perbedaan. Di tengah debat panas, ia mengajak pada ketenangan.

Malam itu, Hotel Harper Perintis Makassar bukan sekadar panggung debat. Ia menjadi saksi. Saksi dari suara-suara kecil yang berharap pada pemimpin mereka. Di sana, terselip harapan bahwa Sidrap bukan sekadar janji di panggung, tapi realita di hati.(*)