Di pagi yang biasa, Kamis, 14 November 2024, langit Teteaji Sidrap, tampak teduh. Tak ada tanda. Tak ada firasat. Tetapi Tuhan berkehendak lain.
Oleh: Harianto & Tipoe Sultan
SANG MANTRI kesehatan H. Saini Basri, atau akrab disapa Pa’ Basri, menutup usia di umur 77 tahun.
Di rumah istri keduanya yang sederhana di Desa Polewali, Kecamatan Tellu Limpoe, Sidrap, ia berpulang dengan tenang, meninggalkan duka yang dalam. Istri pertamanya Hj Pujiati juga sudah tiada.
Sehari sebelumnya, ia masih terlihat bugar. Warga Polewali di Teteaji, tempatnya menghabiskan masa tua, menyaksikannya bercengkerama bersama istri tercinta, Hamimang.
Tak tampak tanda sakit. Tapi pagi itu, kabar duka datang tanpa aba-aba.
Di masa hidupnya, Pa’ Basri bukan hanya seorang ayah. Bukan pula hanya seorang suami. Ia seorang mantri kesehatan—ASN yang pernah setia mengabdi pada masyarakat.
Selalu siap sedia melayani, membawa obat, mendengar keluh kesah pasiennya, dari rumah ke rumah, dari satu sudut Sidrap ke sudut lainnya.
Bagi banyak orang, ia adalah cahaya yang menyala dalam gelap. Pribadinya sederhana, tangannya terampil merawat, dan senyumnya menghibur.
Tak terhitung berapa warga yang hidupnya terselamatkan oleh sentuhan tangan Pa Basri.
Namun, riwayat sakit jantung dan hipertensi yang selama ini ia simpan rapat, akhirnya menghentikan langkahnya.
“Bapak itu punya riwayat sakit,” ujar Edy Basri, putranya yang kini menjabat sebagai Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Sidrap.
Kabar wafatnya Pa Basri dengan cepat menyebar. Orang-orang yang mengenalnya merasa kehilangan.
Ia adalah sosok yang tulus, pelayan kesehatan yang tak pernah mengeluh. Masyarakat mengenang kebaikannya, rekan-rekan Edy Basri pun turut berbelasungkawa.
Bersambung…
Tinggalkan Balasan