banner 600x50

Manggarai, Katasulsel.com — Dukungan  mayoritas  masyarakat  adat  Poco  Leok  terhadap  pembangunan  Pembangkit  Listrik  Tenaga  Panas  Bumi  (PLTP)  Ulumbu  Unit  5-6  semakin  kuat!

Di  tengah  polemik  antara  pihak  pro  dan  kontra,  tokoh  adat,  pemerintah  daerah,  serta  konsultan  sosial  proyek  ini  menegaskan  pentingnya  keberlanjutan  proyek  sebagai  upaya  mendorong  transisi  energi  nasional  dan  peningkatan  kesejahteraan  masyarakat.

“Kelompok  pro  dan  kontra  ini  dimunculkan  karena  ada  segelintir  orang  yang  mempengaruhi  mereka.  Pemerintah  dan  teman-teman  dari  geothermal  sudah  melakukan  pendekatan  yang  persuasif,  tapi  kelompok  kontra  ini  tidak  mau  mendengar,”  jelas  Taddeus  Dappang,  salah  satu  tokoh  masyarakat  Poco  Leok.

Musyawarah  adat  telah  menjadi  langkah  penting  dalam  membangun  kesepakatan  terkait  PLTP.

“Kami  pernah  diundang  di  gendang  Mesir.  Ada  sekitar  10  gendang  hadir  dan  kami  bersepakat  di  depan  tim  independen  dari  KfW  (MFC)  agar  pembangunan  geothermal  di  Poco  Leok  ini  berjalan.  Dengan  adanya  proyek  ini,  saya  yakin  masyarakat  Poco  Leok  akan  lebih  baik,”  tambah  Taddeus.

Alfons  Syukur,  Tua  Gendang  Tere,  menegaskan  bahwa  narasi  penolakan  tidak  mencerminkan  keseluruhan  masyarakat  adat.

“Penolak  itu  identik  dengan  masyarakat  adat,  padahal  yang  sebenarnya  terjadi  di  Poco  Leok,  sebagian  masyarakat  adat  mendukung  geothermal.  Apa  buktinya?  Mereka  menyerahkan  tanah  milik  mereka  untuk  geothermal,”  katanya.

Romanus  Inta,  Tua  Gendang  Lungar,  bahkan  mempertanyakan  motif  di  balik  penolakan.

“Tidak  jelas  alasan  mereka.  Sampai  saat  ini  tidak  jelas.  Mereka  anti  dengan  pemerintah,  apa  tujuannya?  Dengan  kami,  pemilik  tanah,  apa  tujuannya?  Tidak  ada  tujuan,  hanya  mereka  pergi  demo  terus,”  ujarnya.

Ia  juga  menyoroti  keterlibatan  beberapa  pihak  luar  yang  dinilai  memengaruhi  opini  masyarakat  melalui  pendekatan  emosional.

“Media  seperti  Floresa  dan  kelompok  seperti  JPIC  SVD  hanya  membangun  narasi  yang  tidak  berimbang.  Mereka  lebih.  (edybasri)