banner 600x50

Jakarta, Katasulsel.com – Di tengah dinamika penegakan hukum di Indonesia, dua kasus besar kembali mencuat dan menjadi sorotan publik.

Dugaan tindak pidana korupsi repo obligasi Bank Maluku Malut senilai Rp238,5 miliar dan kasus sengketa tanah yang melibatkan mafia tanah kini menjadi ujian bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Korupsi Repo Obligasi: Harapan pada Pemulihan Uang Negara

Meski telah hampir satu dekade berlalu, penyelesaian kasus repo obligasi Bank Maluku Malut tahun 2014 tampaknya belum menemui titik terang.

Kerugian negara yang mencapai Rp238,5 miliar belum juga diganti, sementara upaya penegakan hukum terkesan jalan di tempat.

ADVERTORIAL

Advertorial: UNIPOL

Harreldif, M.Si, salah satu pihak yang terimbas dalam kasus ini, menegaskan perlunya langkah tegas.

“Bagaimana mungkin yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan? Kami memohon kepada Bapak Presiden Prabowo untuk menyelesaikan kasus ini dan mengembalikan uang negara agar bisa digunakan untuk kepentingan rakyat miskin,” katanya.

Ia juga meminta agar mantan Direktur Utama dan Direktur Pemasaran Bank Maluku, D.R.K. Soplanit dan Whelem Pieter Patty, segera ditahan dan diadili demi tegaknya keadilan.

Sengketa Tanah: Jeritan Melly Melawan Mafia Tanah

Sementara itu, Melly, seorang korban sengketa tanah yang berlangsung selama 29 tahun, menyampaikan harapannya kepada Presiden Prabowo.

Tanah yang ia beli bersama almarhum suaminya melalui Bank Bumi Daya pada 1996 kini menjadi sengketa, setelah pihak lain menerbitkan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) pada 1995.

“Ini sangat tidak masuk akal. Bahkan pihak BPN Tigaraksa telah mengakui bahwa tanah itu milik almarhum suami saya. Namun, hingga kini saya belum mendapatkan hak saya,” ujarnya.

Bersambung…