banner 600x50

Pekanbaru, katasulsel.com – KPK mengguncang publik dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, yang membongkar dugaan korupsi sistematis di lingkungan Pemkot Pekanbaru.

Tidak hanya uang miliaran rupiah, barang mewah seperti perhiasan dan tas bermerek turut disita, memicu sorotan tajam terhadap gaya hidup para pejabat daerah.

Kasus ini bermula dari penyelidikan intensif KPK pasca penangkapan Risnandar bersama dua pejabat lainnya pada 3 Desember 2024. Selama hampir sepekan, dari 5 hingga 12 Desember, tim KPK menggeledah 15 rumah di Pekanbaru, Jakarta Selatan, dan Depok, serta enam kantor di Pemkot Pekanbaru.

Hasilnya mencengangkan: uang tunai Rp 1,5 miliar, mata uang asing senilai USD 1.021 (sekitar Rp 16,3 juta), perhiasan mewah, serta dokumen dan barang elektronik penting diamankan. Barang-barang ini diduga kuat berkaitan dengan skema pemotongan anggaran Ganti Uang (GU) di Pemkot Pekanbaru.

Menurut juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, kasus ini melibatkan kolaborasi tersangka, termasuk Sekretaris Daerah (Sekda) Indra Pomi Nasution dan Plt Kepala Bagian Umum Setda Kota Pekanbaru, Novin Karmila.

ADVERTORIAL

Advertorial: UNIPOL

Skema tersebut dijalankan rapi, dengan pencatatan transaksi pemotongan anggaran yang sistematis. “Hasil pemotongan disetorkan kepada Risnandar dan Indra Pomi,” jelas Tessa.

Yang membuat publik marah adalah gaya hidup mewah yang tercermin dari barang-barang sitaan KPK. Perhiasan hingga tas bermerek menggambarkan pola konsumsi yang jauh dari harapan kesederhanaan pejabat publik.

“Ini adalah bukti nyata bahwa korupsi tak hanya merugikan negara secara materi, tetapi juga merusak moral dan kepercayaan masyarakat,” kata seorang pengamat politik.

Bersambung…

KPK menetapkan Pasal 12 f dan Pasal 12 B UU Tipikor untuk menjerat para tersangka atas gratifikasi dan pemerasan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun. “Kami mengingatkan siapa pun yang terlibat untuk bersikap kooperatif. Tindakan menghalangi penyidikan akan kami tindak tegas,” ujar Tessa.

KPK juga menegaskan bahwa penyidikan belum berakhir. Ada indikasi keterlibatan pihak lain, yang kini tengah didalami. “Ini baru permulaan. Kami akan menelusuri aliran dana hingga ke akar-akarnya,” tegasnya.

Publik menanti apakah kasus ini menjadi momentum untuk mereformasi birokrasi di Pekanbaru. “Semoga ini jadi pelajaran bagi pejabat lain. Jangan ada lagi kasus serupa,” ujar seorang aktivis antikorupsi.

Kasus ini bukan hanya ujian bagi KPK, tetapi juga bagi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Akankah reformasi birokrasi benar-benar dimulai? Hanya tindakan nyata yang bisa menjawab.(*)