banner 600x50

Makassar, katasulsel.com — Dalam sebuah penggerebekan mengejutkan, polisi mengungkap dugaan sindikat uang palsu (upal) yang beroperasi di dalam kampus UIN Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan.

Penemuan ini mengguncang dunia pendidikan, setelah aparat menyita mesin pencetak uang palsu dan uang palsu senilai Rp 446,7 juta dari gedung perpustakaan kampus.

Kasus ini terungkap ketika polisi menangkap salah satu pelaku yang kedapatan mengedarkan uang palsu pecahan Rp 500 ribu di Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa.

Kapolres Gowa, AKBP Rheonald T Simanjuntak, menjelaskan bahwa transaksi awal terdeteksi di daerah tersebut. “Kami menemukan transaksi menggunakan uang palsu Rp 500 ribu. Ini adalah titik awal dari penyelidikan kami,” ungkapnya.

Setelah penangkapan awal, penyidik melanjutkan dengan penggerebekan di UIN Alauddin Makassar, di mana mereka menemukan ratusan juta rupiah dalam bentuk uang palsu.

ADVERTORIAL

Advertorial: UNIPOL

“Kami menemukan barang bukti yang mencengangkan, yaitu Rp 446.700.000,” tambah Rheonald, menegaskan bahwa uang palsu yang disita merupakan pecahan Rp 100 ribu.

Penyidik tidak hanya menyita uang palsu, tetapi juga menemukan mesin cetak dan alat-alat lain yang digunakan untuk memproduksi uang palsu dalam ruangan kedap suara di gedung perpustakaan.

“Kami mengamankan mesin cetak, alat potong, dan sejumlah barang bukti lain yang diperlukan untuk penyidikan,” kata Rheonald.

Penyelidikan yang melibatkan metode scientific crime investigation ini menunjukkan bahwa kasus ini melibatkan 15 orang tersangka, termasuk oknum pejabat kampus, yakni Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim, yang kini sudah dinonaktifkan dari jabatannya.

Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar, Khalifah Mustamin, mengkonfirmasi keterlibatan Andi Ibrahim dan menyatakan bahwa pihak kampus akan bekerjasama dengan pihak berwajib dalam proses penyelidikan.

Menariknya, tidak hanya staf kampus yang terlibat. Lima orang pelaku lain ditangkap di Mamuju, Sulawesi Barat, termasuk dua orang yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov Sulbar.

Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang skala dan dampak dari sindikat ini, serta keterlibatan pihak-pihak lain di dalamnya.

Polisi menyatakan bahwa mereka masih terus mengembangkan penyelidikan ini dan kemungkinan akan ada lebih banyak tersangka yang ditangkap. “Kami masih mendalami kasus ini. Mungkin akan ada tersangka lain yang terungkap di kemudian hari,” tegas Rheonald.

Dengan pengungkapan ini, masyarakat diharapkan lebih berhati-hati terhadap penyebaran uang palsu yang dapat merugikan banyak pihak. Kampus yang seharusnya menjadi tempat belajar dan pengembangan pengetahuan kini terjerat dalam praktik kriminal yang memprihatinkan.

Ini adalah sebuah peringatan bahwa tidak ada tempat yang sepenuhnya aman dari kejahatan, termasuk di lingkungan pendidikan.(*)