Pelaku yang tertangkap mengakui kesalahannya, namun harga yang harus dibayar cukup tinggi.
Sebanyak 25 sak semen dan sebuah surat perjanjian menjadi sanksi adat yang dijatuhkan.
“Kami menyelesaikan ini sesuai tradisi,” ungkap Kepala Jorong, suara tegasnya menggema.
Namun, dampak dari kejadian ini jauh lebih besar.
Ketua Kerapatan Adat Nagari, Ahmad Sarbaini, merasa marah. “Kami tidak ingin kejadian ini terulang,” katanya, menegaskan pentingnya menjaga martabat nagari.
Seperti badai yang menerpa, insiden ini mengguncang reputasi dan kepercayaan.
Di RSUD Solok Selatan, Direktur Herry Harianto pun bereaksi akibat ulas oknum berstatus non pegawai tetap RS tersebut.
Ia berencana memanggil pelaku untuk klarifikasi. “Kami harus menjaga nama baik rumah sakit,” ujarnya tegas.
Skandal ini, lebih dari sekadar insiden, mencerminkan pentingnya etika dan tanggung jawab.
Di balik uniform dan jabatan, manusia tetaplah manusia, dan kesalahan bisa terjadi. Namun, kontrol dan pengawasan adalah kunci.
Malam yang kelam itu mengingatkan kita bahwa dalam kegelapan, kadang-kadang, kebenaran terungkap.
Jorong Lubuk Jaya kini berdiri di persimpangan, di mana tradisi dan modernitas saling berhadapan.
Akankah kasus ini menjadi pelajaran bagi semua? Kita tunggu langkah selanjutnya, dan berharap keadilan akan bersinar kembali. (*)
Tinggalkan Balasan