Unaaha, katasulsrl.com – Konflik lahan kembali mencuat di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. PT Bumi Konawe Minerina (BKM), perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut, diduga menggunakan lahan milik Guntur tanpa izin.
Menurut Hasrun, SH, Ketua Tim Kuasa Hukum ahli waris, lahan seluas 5.000 meter persegi itu adalah hak waris Guntur, yang diperoleh dari almarhum ayahnya. Lahan tersebut telah dikuasai dan dimanfaatkan oleh PT BKM sejak tahun 2010 tanpa persetujuan atau ganti rugi yang sah.
“Tanah ini jelas milik klien kami. Tidak pernah ada persetujuan atau izin dari pemilik. Bahkan, pihak perusahaan melakukan ganti rugi kepada orang yang bukan pemilik lahan,” ujar Hasrun dengan nada tegas, Senin (20/1/2025).
Sidang kasus ini telah memasuki tahap kesembilan di Pengadilan Negeri Unaaha. Dalam prosesnya, majelis hakim juga turun ke lokasi untuk memeriksa fakta lapangan. Hasilnya, ditemukan bukti bahwa tanah tersebut memang digunakan tanpa izin dari pemilik sah.
Hasrun mengungkapkan, pihaknya sudah beberapa kali melayangkan somasi kepada PT BKM. Namun, hingga kini, perusahaan tak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan sengketa.
“Kami sudah berusaha mediasi. Klien kami juga langsung menyampaikan keberatan kepada PT BKM. Sayangnya, semua diabaikan,” tambah Hasrun.
Suhardin, SH, anggota tim kuasa hukum lainnya, menegaskan bahwa penyerobotan tanah adalah pelanggaran hukum yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 51 Perppu Tahun 1960. Pelaku bisa dikenakan pidana, termasuk pihak yang membantu proses penyerobotan.
“Pendudukan tanah tanpa izin merupakan tindakan melawan hukum. Ini termasuk pemagaran, penggusuran, atau penguasaan yang seakan-akan tanah itu milik sendiri,” jelas Suhardin.
Suhardin juga menyebut kepala desa yang membantu proses penyerobotan tanah dapat dikenakan sanksi pidana. “Tidak hanya pelaku utama, tetapi pihak yang memberikan bantuan juga dapat dijerat hukum,” imbuhnya.
Dalam persidangan, pihak tergugat, Basir, yang diduga mengomersialkan lahan Guntur kepada PT BKM, tidak mampu menghadirkan bukti kuat. Kwitansi pembelian lahan yang menjadi dasar klaim Basir juga tak bisa dibuktikan keabsahannya.
“Klien kami hanya ingin keadilan. Lahan ini adalah haknya. Jika perusahaan tetap bersikeras, kami akan terus melanjutkan langkah hukum hingga tuntas,” pungkas Hasrun.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut hak atas tanah yang kerap menjadi sumber konflik di wilayah pertambangan. Sementara itu, PT BKM belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan ini.(*)
Tinggalkan Balasan