banner 600x50

Pinrang, katasulsel.com — Suasana Pinrang siang itu, seperti menyimpan murka. Asap hitam dari ban-ban yang terbakar di depan Kantor Kejaksaan Negeri Pinrang melayang ke udara, membawa pesan yang lebih dari sekadar protes.

Ada luka, ada kecewa. Seperti daun yang layu sebelum sempat mekar, begitulah rasa keadilan yang dirasakan oleh Aliansi Mahasiswa Menggugat (AMAT).

Kamis, 6 Februari 2025. Hari itu mencatat bagaimana mahasiswa turun ke jalan, membawa spanduk bertuliskan “Periksa Dana BOS T.A 2022”.

Mereka tidak hanya berdiri diam. Orasi bergantian menggema, menyuarakan dugaan penyelewengan anggaran Dana BOS Tahun Anggaran 2022 senilai Rp 106,8 miliar lebih.

Angka yang besar, tapi terasa kecil jika akhirnya tak sampai ke penerima yang seharusnya.

Sainal S, salah satu orator, berbicara tegas. Ia menyebut korupsi sebagai kejahatan luar biasa.

Tidak hanya merugikan negara, tapi juga memupus harapan. “Korupsi memperlambat pertumbuhan ekonomi, menciptakan ketimpangan, dan mencetak kemiskinan,” katanya.

Kalimatnya pendek, tapi tajam. Seperti pisau yang mengiris luka lama.

Ia menyoroti lemahnya penegakan hukum di Indonesia, khususnya di Kabupaten Pinrang.

“Masih banyak praktek penyelewengan anggaran yang belum mampu dituntaskan,” ujarnya. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 3,8 miliar lebih menjadi bukti awal.

Dana itu, yang seharusnya digunakan untuk membayar honorer dan ASN sesuai juknis Permendikbudristek No 2 Tahun 2022, diduga disalahgunakan.

Ironisnya, bukan hanya soal angka besar. Di balik itu ada cerita kecil yang menyayat hati.

Guru honorer yang terdaftar di Dapodik hanya menerima upah Rp 5 juta per triwulan. Namun, separuh dari upah itu dipangkas oleh oknum tak bertanggung jawab. “Ini harus jadi atensi kejaksaan,” tegas Sainal.

AMAT menuntut agar kasus ini tidak berhenti di kepala sekolah saja. Dinas terkait juga harus diperiksa.

Mereka meminta Kejaksaan Negeri Pinrang untuk menegakkan supremasi hukum dan mewujudkan Kabupaten Pinrang bebas Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).

Ban terus terbakar. Suara orasi terus menggema. Harapan mereka sederhana: keadilan. Tapi seperti asap hitam yang perlahan menghilang di udara, mungkinkah harapan itu juga akan lenyap?

Tidak ada yang tahu pasti. Tapi satu hal jelas: mahasiswa ini tidak akan diam. Seperti api yang terus menyala, mereka akan terus menggugat.(*)