banner 600x50

Di sana, Rizaly membawa data dari pusat dan menyodorkan sebuah peluang besar: proyek hibah Rp9 miliar dari Kemenkes.

Seperti sebuah film yang alurnya terlalu cepat, pertemuan itu berlanjut dengan pemanggilan Kepala Dinas Kesehatan (Kadis) Sidrap, Mahmuddin.

Diskusi singkat berlangsung, kesepakatan dibuat, dan rombongan yang terdiri dari Pj Bupati, Kadis Kesehatan, Sufri, A. Patahangi, serta beberapa pihak lainnya langsung terbang ke Jakarta untuk mengurus administrasi.

Namun, seperti pepatah lama: “Jangan percaya semua yang terlihat indah di awal.” Apa yang terjadi di Jakarta justru menjadi awal dari teka-teki panjang.

Di ibu kota, rombongan bertemu dengan beberapa nama yang disebut sebagai “pengurus proyek.”

Emanuel dan Yunus adalah dua di antaranya. Setelah menunggu beberapa hari, dokumen Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) akhirnya keluar dan diserahkan kepada Kadis Kesehatan Sidrap.

Emanuel dan Yunus menjanjikan bahwa Surat Perintah Membayar (SPM) akan diterbitkan dalam tiga hari.

Tiga hari berlalu. Tiga minggu berlalu. Tiga bulan berlalu. Tapi SPM itu tak pernah datang.

Setiap kali Sufri mencoba menghubungi Emanuel atau Rizaly, jawabannya selalu sama: “Tunggu dulu. Masih dalam proses.”

Sufri merasa seperti menunggu hujan di musim kemarau—sebuah penantian yang hanya meninggalkan rasa haus dan kecewa.

Proyek ini kini mulai dipertanyakan banyak pihak. Apakah benar ada dana hibah Rp9 miliar itu? Atau ini hanya sebuah ilusi yang diciptakan oleh oknum-oknum tertentu?

Sufri mengaku sudah habis kesabaran.

Ke halaman 3..