
Jakarta, Katasulsel.com – Ketua Umum Forum Masyarakat Pemantau Negara (Formapera), Teuku Yudhistira, memberikan peringatan terkait revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut Yudhistira, jika revisi tersebut hanya bertujuan memperkuat kewenangan lembaga penegak hukum tertentu, hal itu bisa memicu gejolak di masyarakat, mirip dengan penolakan terhadap revisi UU KPK pada 2019.
“Sebelum terlambat, kita harus mengingatkan Presiden Prabowo Subianto agar tragedi 2019 tidak terulang. Tahun pertama pemerintahan beliau harus bebas dari gejolak, dan revisi ini jangan sampai memperburuk situasi,” kata Yudhistira, dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025.


Yudhistira menilai revisi UU Kejaksaan dan KUHAP yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025 harusnya bertujuan untuk memperkuat transparansi dan kesetaraan dalam peradilan pidana. Bukan malah memperbesar kewenangan satu pihak yang bisa berpotensi menumbuhkan penyalahgunaan kekuasaan.
“Revisi ini bisa memperkuat satu lembaga, tetapi malah akan melemahkan lembaga lainnya, dan itu bisa merusak checks and balances dalam sistem hukum kita,” jelas Yudhistira.

Diketahui, revisi ini memberikan kewenangan penuh kepada kejaksaan dalam perkara pidana melalui asas dominus litis. Di satu sisi, ini bisa memperlancar proses hukum, namun di sisi lain, bisa menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan kepolisian dan kehakiman.
“Jaksa bisa mengintervensi penyidikan polisi dan menentukan kapan suatu perkara dilanjutkan atau dihentikan. Ini rawan disalahgunakan karena bisa mengabaikan prinsip checks and balances,” tegasnya.
Yudhistira menambahkan bahwa pemisahan wewenang antara penyidikan dan penuntutan sudah diatur dalam KUHAP. Namun, dengan revisi ini, jaksa bisa mengganggu kewenangan kepolisian dan kehakiman yang jelas diatur.
“Jika revisi ini disahkan, jaksa bisa menjadi lembaga superbody, dan itu sangat berisiko dalam sistem hukum kita,” tutupnya. (*)
Tinggalkan Balasan