Example 650x100

Wajo, katasulsel.com — Seperti panggung sandiwara tanpa sutradara, praktik BBM ilegal di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, terus berulang tanpa henti.

Pertunjukan ini selalu menghadirkan aktor lama dan baru, namun skenarionya tetap sama: subsidi rakyat menguap, keuntungan haram merajalela.

Masyarakat hanya bisa menjadi penonton dalam drama panjang yang tak berkesudahan ini.

Hasil investigasi tim Katasulsel.com dalam sebulan terakhir, mengungkap indikasi kuat bahwa Wajo masih menjadi ladang subur bagi praktik penyelundupan BBM ilegal.

[related berdasarkan="tag" jumlah="3" judul="Baca Juga:" mulaipos="0"]

Akibatnya, solar subsidi semakin sulit didapat, bagaikan fatamorgana di padang pasir.

Example 300x500

Koordinator Tim Investigasi sekaligus Kepala Biro Katasulsel.com Kabupaten Wajo, Marsose, menegaskan bahwa aktivitas ilegal ini berjalan begitu masif dan terstruktur.

Ia menyerukan agar aparat penegak hukum, khususnya Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Wajo, segera turun tangan untuk membongkar jejaring mafia yang bermain di balik layar.

“Ini sudah sangat meresahkan berdasarkan sejumlah narasumber yang kami temui sejak sebulan ini,” ungkap Marsose, Sabtu, 29 Maret 2025.

Dalam hukum pidana, praktik ini jelas masuk dalam kategori tindak pidana migas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Jika terbukti ada unsur penyalahgunaan dan distribusi ilegal, para pelaku bisa dijerat dengan pasal yang tegas.

Namun, sejauh ini, hukum tampaknya masih seperti macan ompong di hadapan para mafia BBM.

Di sisi lain, ada ironi yang tak bisa diabaikan. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dulu begitu vokal mengawal isu ini, kini justru memilih diam.

Apakah mereka kehilangan suara atau sudah tergabung dalam orkestrasi yang sama? Ini menjadi pertanyaan yang menggelitik dan patut ditelusuri lebih jauh.

Hukum bukan sekadar aturan di atas kertas, tetapi harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

Jika aparat berwenang hanya menjadi penonton dalam skenario ini, maka masyarakatlah yang akan terus menjadi korban dari praktik gelap yang semakin menggurita.

Panggung masih terbuka, aktor terus bermain, dan Wajo tetap menjadi arena tanpa hukum yang pasti. Sampai kapan? (sose/*)