Example 650x100

Makasar, katasulsel.com – Lapangan Karebosi Makassar, Senin, 31 Maret 2025, kacau.

Pagi itu, ribuan jemaah sudah duduk rapi, bersiap menyambut Salat Id. Hujan sempat turun, meninggalkan jejak basah di beberapa tempat. Sajadah sebagian jemaah ikut lembab.

Lalu, seorang panitia muncul. Tegas. Tanpa basa-basi, ia meminta jemaah di barisan ujung kanan untuk bergeser ke belakang. Ada yang langsung menurut, ada pula yang enggan.

Example 970x970

“Pak, jangan mi suruh geser. Biarkan saja di situ. Sajadahnya sudah basah, lagian ini juga sudah hampir masuk waktu salat,” kata Irfan, salah satu jemaah H. Irfan Darmawan, SH., berusaha meredam situasi.

Tapi panitia tak terima. Nada suaranya naik. Sikap arogansi mulai terlihat. Ia membentak. Jemaah lain melirik. Suasana mulai tegang.

Tentu saja, Irfan tak tinggal diam. Dia maju, menegur panitia tersebut. Tapi justru disambut dengan respons kasar. Sungguh disayangkan.

Beberapa jemaah lain yang melihat kejadian ini ikut tersulut. Sontak suasana jadi gaduh. Teriakan terdengar. Panitia itu dikecam.

“Sabar, sabar. Mau mulai salat ini!” seru salah satu jemaah lain mencoba melerai.

Tapi ketegangan sudah telanjur pecah. Beberapa jemaah maju ke depan. Ada yang ikut membela, ada yang sekadar menonton. Situasi makin panas.

Baru setelah beberapa pihak turun tangan, keadaan mulai mereda. Salat Id tetap berlangsung, meski insiden ini terlanjur menyebar. Video rekamannya viral di media sosial.

Belakangan, terungkap fakta lain. Panitia yang terlibat dalam insiden ini ternyata bagian dari tim keamanan Pemkot Makassar.

Setelah tahu siapa Irfan—anak politisi senior Golkar dan tokoh NU Sulawesi Selatan, Nasran Mone—mereka buru-buru meminta maaf.

Pagi yang harusnya penuh khidmat sempat dinodai ketegangan. Tapi yang tersisa kini adalah pertanyaan: Haruskah ketegasan panitia dibiarkan terus-menerus?

Atau justru ini akan terulang lagi akibat dari orogansi?. Hal ini sepertinya butuh perhatian. Butuh evaluasi dari pihak-pihak terkait. (*)