Example 650x100

Di Sidrap, ada seorang prajurit yang tak hanya gagah di lapangan, tapi juga hangat di hati rakyat. Namanya Serda Muh. Ali Hanapi., S.H.,M.H.

Laporan: Edy Basri

KALAU Anda bertemu dengannya, jangan bayangkan sosok angker yang sering muncul di film-film perang.

Example 970x970

Ali adalah tipe prajurit yang lebih suka tersenyum daripada berteriak. Lebih sering menggenggam cangkul daripada senapan, setidaknya di tugasnya sekarang.

Ali lahir di Makassar, 28 Agustus 1989. Tapi kalau ditanya soal masa kecil, ia akan bercerita tentang barak.

Yonif 700/Wira Yudha Cakti adalah “rumah” pertama yang ia kenal. Suara derap langkah pasukan sudah jadi musik pengantar tidurnya sejak kecil.

Ayahnya seorang prajurit. Jadi, hidup berpindah-pindah sudah biasa. Dari Makassar ke Takalar, Ali tumbuh besar di tengah kehidupan militer.

Namun, Ali kecil bukan tipe anak yang hanya ikut arus. Ia punya mimpi sendiri.

“Saya nggak mau cuma jadi penonton,” katanya suatu kali. Maka, tahun 2008, ia mendaftar TNI. Lulus. Resmi jadi Prajurit Dua. Dari situ, bab baru hidupnya dimulai.

Tapi Ali bukan prajurit biasa. Di sela-sela tugasnya, ia sempat-sempatkan menimba ilmu.
S1 hukum perdata diselesaikannya di Universitas Muslim Indonesia Makassar. Tak cukup sampai di situ, ia lanjut S2.

“Bagi saya, pendidikan itu amunisi. Fisik bisa melemah, tapi ilmu nggak akan habis,” katanya sambil tersenyum.

Kini, Ali bertugas sebagai Babinsa di Koramil 1420-03/MaritengngaE, Sidrap.

Tugasnya sederhana tapi berat: menjaga dua desa, Talawe dan Aka Akae. Kalau Anda tanya apa yang paling ia sukai dari tugas ini, ia akan menjawab tanpa ragu, “Bisa langsung bersentuhan dengan masyarakat.”

Babinsa itu ibarat bayonet di tangan prajurit: tajam tapi lembut. Ali mengerti itu. Ia tak hanya menjaga keamanan desa, tapi juga jadi pendengar setia keluhan warga.

Kadang soal irigasi yang rusak, kadang soal jalan desa yang berlubang. Apa pun itu, Ali selalu berusaha jadi bagian dari solusi.

Pernah suatu kali seorang warga datang ke rumahnya malam-malam. Bukan soal keamanan, tapi soal tanah warisan yang jadi sengketa keluarga.

Ali mendengarkan dengan sabar, lalu memberi saran hukum berdasarkan ilmunya. Esok harinya, ia bahkan menemani warga itu ke kantor desa untuk mediasi.

Bersambung…