“Babinsa itu bukan cuma soal seragam dan pangkat,” katanya suatu kali. “Tapi soal bagaimana kita bisa jadi jembatan antara rakyat dan pemerintah.”
Di tengah semua kesibukannya, Ali tetap seorang suami dan ayah yang hangat. Ia menikahi Sri Wahyu Ningsi, seorang tenaga medis, dan dikaruniai empat anak.
Bagi Ali, keluarga adalah jangkar yang membuatnya tetap teguh di tengah gelombang tugas negara.
Kalau Anda bertanya padanya apa arti pengabdian, ia akan menjawab dengan sederhana: “Pengabdian itu nggak melulu soal perang. Kadang, justru soal bagaimana kita bisa membantu membangun desa.”
Dari anak barak hingga jadi sahabat desa, Serda Muh. Ali Hanapi membuktikan bahwa prajurit sejati bukan hanya mereka yang kuat di lapangan, tapi juga mereka yang tulus di hati rakyat.(*)
Tinggalkan Balasan