
Pemkab sudah ajukan optimalisasi 18.000 hektar lahan kering, dan 3.000 hektar sudah dapat lampu hijau.
Tahap lanjutnya adalah studi kelayakan (SID)—secara ilmiah, ini berarti kalkulasi dari aspek geomorfologi, iklim mikro, dan kemampuan tanah.
Bupati Syaharuddin Alrif dan Wabup Nurkanaah, jelas bukan sekadar pemegang jabatan.
Di era mereka, Sidrap bukan cuma bertahan, tapi sedang melesat dengan kurva eksponensial.
Sepertinya, bupati yang dikenal anak petani ini paham, pertanian hari ini tak cukup dengan cangkul dan doa. Butuh data, intervensi teknologi, serta keberanian membuat lompatan.

Untuk panen raya esok yang berpusat di Majalengka itu, konon melibatkan 14 provinsi, bukan ajang pamer semata.
Bagi Sidrap, ini bukti konkret bahwa apa yang ditanam dengan keringat, sekarang dituai dengan kehormatan.
Mereka jadi satu dari 12 kabupaten di Sulsel yang diajak masuk ke panggung nasional.
Dan, seperti yang dikatakan Amin Nur saat mendampingi Muhammad Fajri Salman dari DTPHPKP Sidrap, koordinasi hari ini berjalan mulus.
Pemerintah daerah responsif, warga antusias. Sebuah ekosistem yang menyatu dalam simbiosis mutualisme. Pertanian tak lagi soal bertani, tapi membangun peradaban baru—berbasis pangan, teknologi, dan semangat kolektif.
Selamat panen raya, Sidrap. Sawahmu tak sekadar membentang hijau, tapi juga menyimpan harapan Indonesia. Salam dari saya Edy Basri. Salam hangat, salam redaksi. (*)
Tinggalkan Balasan