
Pinrang, Katasulsel com — Sungai Saddang pagi itu, terasa lebih sunyi dari biasanya. Di tepian Bendung Benteng, di antara dahan dan arus yang mulai tenang, seorang warga Kelurahan Benteng, Kecamatan Patampanua, Kabupaten Pinrang, menemukan sesosok tubuh tak bernyawa.
Tubuh itu adalah Syamsuddin, lelaki paruh baya asal Desa Riso, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang, yang sejak tiga hari sebelumnya hilang terseret arus saat hendak mengambil batang bambu di kebunnya.
Ia ditemukan oleh seorang warga bernama Ati yang kala itu hendak mencari kayu bakar, Minggu, 6 April 2025.
Seperti pagi-pagi lainnya, langkah Ati menyusuri pinggiran sungai adalah rutinitas. Namun siapa sangka, langkahnya hari itu menjadi saksi akhir perjalanan sunyi seorang lelaki yang pamit dari rumah hanya untuk mengambil bambu, lalu tak kembali.
Syamsuddin bukan sosok asing di Riso. Ia dikenal sebagai pribadi yang tekun, pekerja keras, dan selalu ringan tangan membantu tetangga.

Pada Jumat pagi, 4 April 2025, ia pergi ke kebun untuk mengambil batang bambu yang akan dipakai untuk proses pengecoran rumahnya. Siang berganti malam, ia tak kunjung pulang. Keluarga pun mulai cemas, terutama keponakannya, Idham, yang pertama kali menyadari hilangnya sang paman.
Pihak keluarga segera menghubungi tim SAR Kabupaten Enrekang dan Polsek Cendana. Penyisiran pun dilakukan menyusuri aliran Sungai Saddang. Mengingat derasnya arus dan kemungkinan tubuh korban terbawa jauh, komunikasi lintas wilayah segera dibangun. Polsek Patampanua dan SAR Kabupaten Pinrang ikut dilibatkan untuk memperluas area pencarian.
Tiga hari pencarian itu bukanlah proses yang mudah. Setiap pagi dibuka dengan harap, setiap malam ditutup dengan doa. Hingga akhirnya, pada Minggu pagi, 6 April 2025, kabar yang dinanti—namun juga ditakuti—itu datang. Seorang warga menemukan tubuh mengapung tak jauh dari Bendung Benteng.
Kabar itu segera sampai ke telinga Budiman, Koordinator Lapangan SAR Pinrang. Ia bersama tim gabungan SAR, Polsek Patampanua, dan personel Kodim 1404-05 langsung menuju lokasi untuk evakuasi.
Identifikasi dilakukan cepat. Tubuh itu memang benar Syamsuddin. Ia masih mengenakan pakaian yang sama seperti saat terakhir kali terlihat. Meski air telah mengaburkan sebagian wajahnya, kenangan dan cinta keluarganya tetap utuh menjemputnya pulang.
Setelah proses evakuasi, jenazah langsung dibawa ke rumah duka di Desa Riso menggunakan ambulans milik SAR Enrekang. Tangis pecah, namun juga syukur bahwa sang paman telah ditemukan. Ia tidak lagi hanyut di antara derasnya Saddang—ia kini telah kembali.
Kapolsek Patampanua, Iptu Muis Panrita, menyampaikan apresiasinya atas sinergi antara Polsek Cendana dan seluruh pihak yang terlibat. Ia mengatakan, pencarian ini menjadi bukti bahwa koordinasi antarlembaga adalah kunci dalam setiap aksi kemanusiaan.
Syamsuddin telah pergi, namun kepergiannya meninggalkan pesan yang dalam. Tentang pentingnya kewaspadaan, tentang nilai keluarga, dan tentang bagaimana sebuah sungai bisa menjadi saksi terakhir dari kasih seorang lelaki yang bekerja diam-diam demi rumah yang lebih layak.
Semoga ia tenang dalam pelukan Tuhan, dan Sungai Saddang pun belajar diam setelah mengembalikan apa yang sempat ia bawa pergi.(*)
Tinggalkan Balasan