Example 650x100

Soppeng, katasulsel.com — Lapangan Andi Mahmud, Liliriaja, bukan lagi sekadar ruang terbuka hijau. Sabtu, 5 April 2025, ia berubah jadi altar nostalgia, tempat para alumni SMP Negeri 1 Cangadi dari berbagai penjuru Nusantara kembali menapak tanah kelahirannya—tak sekadar menengok masa lalu, tapi merayakan tali batin yang tak pernah benar-benar putus.

Dari ASN berseragam rapi, jenderal dengan bintang di pundak, profesor yang lekat dengan jurnal ilmiah, hingga para profesional dengan portofolio panjang, semua lebur dalam satu suasana: haru, hangat, dan heboh. Mereka bukan sekadar datang untuk reuni, tapi kembali untuk menyalakan ulang cerita lama dengan versi mereka yang kini lebih matang dan beragam.

Dan jika kau kira ini cuma ajang selfie lalu bubar, maka kamu belum tahu betapa IKA Alumni SMPN 1 Cangadi tahu cara meracik kenangan dengan vibe kekinian. Panggung hiburan disiapkan untuk menyambut Tiwi—penyanyi dangdut berdarah campuran Bugis, Makassar, dan Jawa yang kini tengah naik daun. Nama aslinya, Dewwayu Pratiwi, mungkin terdengar bak penyair zaman modern, tapi di atas panggung, cewek satu ini adalah dynamo yang siap menggoyang massa dengan gaya enerjik dan suara khasnya yang menusuk rasa.

Tentu, bukan hanya panggung yang disiapkan. Dari pagi hingga menjelang sore, rangkaian kegiatan padat berisi nilai sosial dan rekreatif: gerak jalan santai sebagai pemanasan emosional, senam massal untuk merangsang endorfin kolektif, hingga aksi bakti sosial dan donor darah yang membuktikan bahwa nostalgia juga bisa menyehatkan dan menyelamatkan.

Ketua Panitia, Hasnawati—yang juga auditor senior sekaligus kandidat doktor Universitas Pancasila—menyebut momen ini sebagai “jembatan jiwa” antara para perantau dengan kampung halamannya. “Ini bukan hanya ajang temu kangen,” ujarnya, “tapi perayaan silaturahmi yang tak kenal generasi.” Kata-katanya bukan retorika. Sebab di balik acara ini, ada emotional bonding yang mendalam, psychosocial reconnection antara alumni dan tanah asalnya yang mungkin sudah lama tak disentuh secara fisik.

Example 970x970

Dan sebagai penutup yang syahdu, malam harinya akan digelar tauziah dari Ustadz Syam, yang dikenal dengan gaya ceramahnya yang teduh tapi menggugah. Ribuan warga diprediksi akan tumpah ruah memenuhi lapangan. Dari yang datang untuk hiburan, hingga yang pulang membawa insight spiritual.

Bila dilihat dari kacamata sosiologis, momen ini adalah contoh social capital yang hidup dan berkembang: reuni bukan cuma ritual mengenang, tapi juga ruang untuk memperkuat jaringan sosial, mempererat solidaritas lintas profesi, serta mempertemukan kembali warga diaspora dengan identitas lokalnya.

Jadi, jika kamu mendengar suara tawa, musik dangdut yang berpadu dengan gema doa, atau melihat mobil plat luar kota berjejer rapi di jalanan Soppeng, jangan heran. Itu bukan sekadar hiruk pikuk. Itu Soppeng yang sedang memeluk anak-anaknya pulang—dalam balutan reuni, goyang, dan dakwah. Lengkap.