
Tahap selanjutnya adalah studi kelayakan (SID), yang mengkaji potensi dari segi geomorfologi, tekstur tanah, dan kapasitas air tanah.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Pemkab Sidrap tak sedang bermain-main. Mereka serius, sistematis, dan progresif.
Syaharuddin Alrif dan Wabup Nurkanaah bukan cuma pejabat. Mereka pemimpin yang berpikir jauh ke depan, dan paham bahwa masa depan pertanian tak bisa dibangun hanya dengan cangkul dan doa.
Kini pertanian di Sidrap berbasis data, teknologi, dan semangat kolektif. Koordinasi antara Pemkab, TNI-Polri (Kodim dan Polres), kelompok tani, penyuluh, dan pemerintah pusat berjalan mulus.
Kata Muhammad Fajri Salman dari DTPHPKP Sidrap, ekosistem pertanian Sidrap hari ini ibarat simbiosis mutualisme—semua saling mendukung, semua saling tumbuh.

Bagi petani, apa yang dulu jadi beban kini jadi kebanggaan. Hasil kerja mereka diakui di tingkat nasional.
Sidrap jadi satu dari 12 kabupaten di Sulsel yang masuk dalam agenda panen raya bersama Presiden. Dan itu bukan karena kebetulan, tapi karena kerja keras dan inovasi yang nyata.
Kini, dari balik helai-helai padi yang menguning itu, tumbuh pula kepercayaan diri baru.
Bahwa pertanian Indonesia bisa maju. Bahwa Sidrap bisa jadi model. Bahwa petani, jika diberi alat dan ruang untuk berkembang, akan menjawab dengan hasil yang membanggakan.
Di Sidrap, pertanian bukan lagi sekadar cara bertahan hidup. Ia telah menjadi fondasi untuk membangun peradaban baru—yang hijau, mandiri, dan bermartabat.(*)
Tinggalkan Balasan