Example 650x100

Sidrap, katasulsel.com — Suara combine harvester meraung, menyatu dengan tawa petani dan gemerisik padi menguning. Sidrap ikut panen raya nasional yang dipimpin langsung Presiden RI Prabowo Subianto. Sidrap jadi perhatian.

Saat Prabowo Subianto sibuk panen dari Majalengka, naik helikopter Caracal dari Halim, Sidrap malah tampil sebagai “the unexpected highlight.”

Di Kelurahan Bangkai, Kecamatan Watang Pulu, ada semacam euforia pertanian. Semua turun ke sawah. Bupati Syaharuddin Alrif, Wakil Bupati Nurkanaah, Ketua DPRD Takhyuddin Mase, Dandim Letkol Inf Awaloeddin, dan Kapolres Sidrap, Dr Fantry Taherong.

Iya, Kapolres. Lengkap dengan sepatu boots lumpur dan attitude polisi humanis.

“Pertanian itu soal ketahanan. Tapi juga soal keamanan pangan. Di situ peran kami,” ujar Kapolres Fantry dengan singkat, tapi dalam.

Polisi Ngurus Padi?

Jangan kaget. Ini Sidrap. Dimana agrikultur dan aparat mulai jalan beriringan. Di tengah program pompanisasi, yang secara teknis adalah adopsi prinsip-prinsip hidrologi terapan dan rekayasa irigasi mikro, Polres hadir bukan cuma buat ngatur lalu lintas traktor.

Example 970x970

Mereka ikut memastikan distribusi alat berjalan aman, pengawasan subsidi pupuk tepat sasaran, dan—yang jarang disorot—membina kelompok tani dari sisi keamanan sosial.

“Polisi bukan cuma urus kriminal, tapi juga jaga ekosistem masyarakat. Termasuk petani,” kata Fantry.

Dari Cangkul ke Data

Padi yang tumbuh serempak ini bukan karena hujan semata. Ini hasil dari indeks pertanaman (IP) yang naik drastis: dari 100 ke 200, bahkan 300. Alias satu tahun bisa tiga kali panen.

Mekanisasi ini tak asal-asalan. Berdasarkan peta akuifer, data iklim mikro, hingga model simulasi debit sungai, pompa-pompa disebar ke titik-titik strategis.

Dan yang bikin unik? Pendekatannya kolektif—antara birokrat, teknokrat, dan aparat.

Petani Bukan Lagi Objek

Polres Sidrap membentuk pola komunikasi baru dengan petani. Ada forum informal antar penyuluh dan Babinkamtibmas. Bicaranya bukan cuma soal pupuk dan benih, tapi juga soal konflik lahan, distribusi hasil panen, hingga edukasi hukum pertanian.

“Kami berusaha hadir sebelum konflik muncul,” kata Fantry. “Preventif, bukan represif.”

Inilah yang membuat Polres Sidrap jadi magnet tersendiri. Dalam istilah ekologi sosial, perannya bukan predator, tapi organisme simbiotik. Menjaga stabilitas tanpa mengganggu sistem.

Brigade Pangan & Semi Militeristik Farming

Sidrap juga lagi bikin gebrakan lewat pengelolaan lahan rawa dan lahan kering. Total lebih dari 20 ribu hektar dirombak.

Yang menarik? Ada Brigade Pangan. Semacam pasukan tani berbasis komunitas. Ada komando, ada SOP, tapi penuh gotong royong.

“Di sinilah pendekatan Polres sangat membantu. Disiplin diterapkan, tapi tetap manusiawi,” kata Kadis Pertanian, Muhammad Fajri Salman.

Dari Sawah ke Simbol

Sidrap bukan cuma panen. Mereka sedang membangun narasi baru tentang pertanian. Di balik padi, tersimpan pesan geopolitik pangan nasional.

Bahwa kedaulatan pangan bukan cuma tanggung jawab kementerian. Tapi juga pemda, polisi, bahkan rakyat sendiri.

Bersambung…