Example 650x100

Indonesia kembali dibuat malu. Bukan oleh isu politik, bukan oleh korupsi. Tapi oleh wajah digitalnya sendiri. BNN Ikut Korban. Kasihan….

Laporan: Edy Basri (Pemred katasulsel.com)

SEJUMLAH situs resmi milik lembaga pemerintah, organisasi publik, hingga kampus negeri diretas.

Halaman depan yang seharusnya berisi informasi resmi, malah dialihkan ke tautan bokep. Ya, konten dewasa. Vulgar. Tak pantas. Dan itu semua tayang di domain .go.id dan .ac.id milik negara.

Peretasan ini bukan iseng. Ini serius. Ini memalukan. Dan yang lebih parah, ini menunjukkan betapa rapuhnya pertahanan digital institusi kita.

Example 970x970

Situs yang jadi korban tak main-main. Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda jadi salah satunya. Situs mereka di https://uwgm.ac.id dibajak dan disusupi tautan bokep.

Pun dengan Situs BNN (Badan Narkotika Nasional) di https://save.bnn.go.id juga ikut jadi korban.

Lembaga yang seharusnya menjadi benteng melawan narkoba justru dijadikan pintu masuk konten pornografi. Ironi yang begitu pahit.

Tak berhenti di situ. Kadin Provinsi Jawa Timur, lembaga yang membawahi dunia usaha, ikut diretas.

Situs mereka di https://kadinprovjatim.id ikut mengarah ke link dewasa. Bahkan Kesbangpol Kota Depok, yang seharusnya menjaga nilai kebangsaan dan ideologi negara, juga tumbang. Alamat resminya di https://kesbangpol.depok.go.id ikut dipermalukan.

Semua situs itu memiliki kesamaan: wajah digitalnya diubah. Tampilannya mungkin tak berubah drastis, tapi sistem dalamnya disusupi.

Ketika pengunjung masuk, mereka diarahkan ke tautan luar yang berisi video-video tidak senonoh. Dalam dunia siber, serangan seperti ini disebut defacement.

Secara teknis, ini adalah bentuk manipulasi tampilan dan struktur konten sebuah website melalui celah keamanan.

Pelaku defacement biasanya bukan peretas pemula. Mereka mencari celah di CMS (Content Management System) yang tidak di-update, memanfaatkan login admin yang lemah, atau menembus sistem yang tak dilengkapi Web Application Firewall (WAF).

Bahkan ada yang menggunakan teknik SQL injection atau menyusup melalui file upload yang tak terfilter.

Yang jadi pertanyaan besar: kenapa situs-situs penting milik negara bisa begitu gampang diretas?

Jawabannya sederhana sekaligus mengkhawatirkan: kita tidak siap.

Secara sistem, pengelolaan digital masih dianggap pelengkap. Banyak instansi menyerahkan pengelolaan situs ke pihak ketiga tanpa pengawasan, tanpa audit keamanan, dan tanpa SDM siber yang mumpuni.

Ketika masalah terjadi, responsnya lambat. Ketika aib muncul, semuanya saling tunjuk. Sementara itu, konten porno terus tayang di situs berlogo garuda.

Ini bukan hanya soal reputasi. Ini soal etika. Ini soal wajah negara. Ini soal keamanan digital nasional. Jika hari ini yang diretas adalah situs kampus dan lembaga publik, bukan tak mungkin esok yang diretas adalah sistem e-budgeting, e-voting, atau data kependudukan.

Dalam istilah ilmiah, kondisi seperti ini disebut sebagai cyber hygiene crisis—krisis kebersihan siber. Kita tampak bersih di luar, tapi penuh celah di dalam. Dan celah itu bisa dimanfaatkan siapa pun: peretas, sindikat kriminal, hingga kelompok propaganda asing.

Negara tak boleh tinggal diam. Perlu audit besar-besaran terhadap seluruh situs resmi milik pemerintah, BUMN, kampus, dan lembaga publik lainnya.

Perlu SOP keamanan digital yang tegas. Perlu literasi digital yang kuat. Dan yang terpenting: perlu pertahanan siber yang nyata, bukan hanya anggaran proyek.

Karena jika wajah digital bangsa bisa dibajak oleh tangan-tangan tak dikenal dan dijadikan media bokep, maka itu bukan hanya aib institusi. Itu tamparan keras bagi kedaulatan siber kita.

Wajah negara sedang dipermalukan. Bukan oleh orang luar. Tapi oleh kelengahan sendiri.(*)