
Laporan: James Nababan / Karimun
Karimun, katasulsel.com — Drama hukum berlanjut. Sidang kasus sabu 106 kilogram di Pengadilan Negeri Karimun kembali digelar, Kamis (10/4/2025). Agenda: pembacaan replik. Namun bukan isi replik yang bikin panas—melainkan kata-kata jaksa.
Jaksa menyebut saksi ahli dari pihak terdakwa “asbun”. Reaksi langsung meledak.
“Beliau mantan Kepala BAIS, Laksamana Muda. Dibilang asbun? Itu penghinaan!” tegas Yan Aprido, Penasehat Hukum.
Yan hadir bareng koleganya, Dewi Julita Tinambunan. Keduanya dari Kantor Hukum Bambang Supriadi & Partners.
Replik: Senjata Makan Tuan?
Dalam replik, jaksa menyodorkan bukti baru. Bagi PH, ini fatal.

“Kalau masih tambah bukti, artinya dakwaan awal cacat formil,” kata Yan. “Itu pengakuan terselubung kalau tuntutan kemarin tak solid.”
Di ruang sidang, Ketua Majelis Yona Lamerossa Ketaren hanya mengangkat alis.
PH juga menyoal alat bukti. Versi jaksa dan pengacara bertolak belakang.
“Foto versi kami diambil dari kapal. Versi jaksa? Dari ponsel. Ini soal chain of custody,” terang Dewi.
Saksi Kunci: Fiktif?
Poin panas lain: saksi kunci tak pernah hadir.
Kapten kapal. Chief engineer. Semua hanya disebut dalam dakwaan. Tak pernah dihadirkan di muka persidangan.
“Alasannya klise: tak ada anggaran. Padahal ini perkara ultra petita—nyawa manusia dipertaruhkan!” ujar Yan, geram.
PH juga menolak perbandingan kasus ini dengan kasus Munir atau Jessica Wongso.
“Di sana ada CCTV, forensik, jejak digital. Di sini? Katanya, katanya, katanya…”
Jaksa: Tetap Pada Tuntutan Mati
JPU Yogi Kaharsyah bergeming. Tegas. Dingin.
“Kami tetap pada tuntutan ultimum remedium: hukuman mati,” katanya.
Ia juga membela keabsahan persidangan daring.
“KUHAP dan putusan MA membolehkan sidang via Zoom. Tuduhan peradilan sesat itu menyesatkan.”
Soal foto? Yogi justru mengklaim itu menguatkan dakwaan.
“Foto di tangki BBM makin memperjelas keterlibatan mereka. Itu corpus delicti.”
Pertarungan Tak Lagi Teknis
Kasus ini bukan sekadar soal alat bukti. Ini soal kredibilitas proses peradilan. Soal due process of law.
“Tugas kami bukan membela yang salah. Tapi memastikan hukum tak keliru alamat,” tutup Yan.
Tiga terdakwa—Raju Muthukumaran, Selvadurai Dinakaran, Govindhasamy Vimalkandhan—hadir di ruang sidang. Wajah mereka tak bersuara. Tapi atmosfer ruang sidang bicara banyak: putusan makin dekat.
Dan publik, menunggu keadilan, bukan sekadar vonis. (james/edy)
Tinggalkan Balasan