
Sidrap, Katasulsel.com – Kampus unggulan di jantung Sulawesi Selatan, Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang (UMS Rappang), kembali menegaskan perannya sebagai laboratorium intelektual. Dua mahasiswa Program Magister Administrasi Publik diuji melalui dua momen krusial dalam academic journey mereka: seminar proposal dan seminar tesis.
Digelar di tengah atmosfer spiritual bulan suci Ramadhan, kegiatan ini menjadi bukti bahwa proses akademik tidak pernah vakum—akademia tetap berdenyut, di bawah semangat ilmiah yang tak surut.
Brigpol Natalianus Malo Tombi, mahasiswa angkatan ke-3, tampil dalam seminar proposal. Sementara Muslimin, ST, dari angkatan ke-2, memasuki tahap akhir: seminar hasil tesis. Keduanya menjadi pionir di angkatan masing-masing.
Ketua Program Studi, Dr. Andi Nilwana, SE, M.Si, menyebut kegiatan ini sebagai bagian dari mekanisme akademik yang tidak hanya bersifat prosedural, tetapi juga transformatif.
“Ini bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan bentuk pematangan argumen, penguatan metodologi, dan penajaman logika ilmiah,” ungkapnya, Kamis (10/4/2025).
Setiap mahasiswa diuji oleh panel dosen berkaliber doktoral dan profesor. Ada nama-nama akademisi senior seperti Prof. Dr. H. Jamaluddin, M.Si, Dr. Muliani S, dan Dr. Ir. H. Muh Raiz Razak, M.Si. Mereka menguji tidak hanya isi, tapi juga taji akademik dari para presenter.

Muslimin diuji lima dosen dalam seminar hasilnya, sementara Brigpol Natalianus menghadap lima pakar saat proposal diuji.
“Mereka ini trailblazer angkatan masing-masing. Jadi contoh konkret bahwa progres akademik bisa ditempuh dengan konsistensi dan disiplin,” tambah Dr. Nilwana.
Lebih jauh, ia menyebut pentingnya riset aplikatif di ranah administrasi publik. Tidak sekadar teori, tapi harus menyentuh realitas birokrasi dan menjadi solusi kebijakan, khususnya di wilayah Sulawesi Selatan.
“Kami dorong mahasiswa menghasilkan scientific contribution yang berorientasi pada evidence-based policy. Itu arah riset yang kami tekankan,” tegasnya.
UMS Rappang kini tidak hanya membina, tetapi juga memantik api keilmuan. Seminar bukan sekadar ritual akademik, tapi ruang epistemik yang mempertemukan teori dan praktik dalam bingkai metodologis.
Dengan semangat Ramadhan, kampus ini membuktikan: keilmuan tidak mengenal jeda.
Justru di tengah ibadah, intelektualitas diuji, dan kualitas lulusan diasah. (*)
Tinggalkan Balasan