Example 650x100

Soppeng, Katasulsel.com — Malam itu, 10 April 2025, gelap belum pekat, waktu menunjukkan pukul 21.00 Wita.

Tapi ketegangan sudah mengambang di udara. Patroli malam Polres Soppeng tak hanya menyisir jalanan, mereka menyusur peluang, menebak celah, memburu miras-miras ilegal yang disimpan diam-diam, dijual sembunyi-sembunyi.

Hasilnya: 87 botol minuman keras tanpa izin resmi, diamankan. Empat pelaku, empat titik lokasi, satu misi — membersihkan wilayah hukum dari racun sosial bernama miras ilegal.

Kapolres Soppeng, AKBP Aditya Pradana, angkat bicara. Tegas. Lugas. Penuh muatan pesan publik.

“Kami berkomitmen. Peredaran miras ilegal bukan cuma soal izin, ini soal keselamatan masyarakat. Kami akan terus bergerak, rutin, menyeluruh.”

Example 970x970

Ucapan itu bukan sekadar kutipan, tapi pernyataan taktis. Bentuk tanggung jawab. Instrumen pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng Nomor 12 Tahun 2006 — soal pengawasan, pengendalian, dan penertiban minuman beralkohol.

Empat Pelaku, Satu Pola Lama
Mereka datang dari titik berbeda. Tapi barang bukti menghubungkan semuanya: alkohol, merek ternama, niat yang sama.

LA (46) — dari Desa Masing, Kec. Lilirilau. Barang bukti: 2 botol Bir Bintang, 6 botol Anggur Kolesom, 4 botol Bir Angker Pilsener.

AT (54) — warga Takalalla, Kec. Marioriawo. Membawa 12 botol Bir Bintang, 12 botol Anggur Merah Cap Orang Tua.

PD (35) — asal Lapajung, Kec. Lalabata. Koleksi lengkap: 24 botol Bir Angker, 12 botol Guinness, 12 botol Anggur Kolesom.

MA (32) — warga Jalan Merdeka, Kelurahan Lapajung. Simpanan pribadi: 3 botol Guinness.

Total? 87 botol. Semuanya kini aman. Diamankan, tepatnya, di Mapolres Soppeng.

Operasi ini bukan insidental. Ini bagian dari strategi berkelanjutan. Preventif, represif, dan edukatif.

Polres Soppeng menyebut miras ilegal sebagai “pemantik kriminalitas.”
Konflik kecil, perkelahian, kekerasan dalam rumah tangga, hingga kecelakaan — banyak dimulai dari satu teguk minuman keras tanpa kontrol.

Itulah sebabnya patroli malam tak akan berhenti.
Kegiatan preventif ini dibingkai dalam konteks Kamtibmas — keamanan dan ketertiban masyarakat.

AKBP Aditya mengajak publik, bukan hanya sebagai penonton, tapi sebagai penggerak.

“Laporkan, jika melihat peredaran miras ilegal. Ini tanggung jawab kita bersama.”

Polisi bekerja, warga bersuara. Itulah sinergi yang dimaksud. Dalam bahasa hukum, ini bagian dari partisipasi publik. Dalam bahasa sosial, ini bagian dari menjaga rumah bersama.(*)