Example 650x100

Jakarta, katasulsel.com — Lisa Mariana akhirnya muncul ke publik. Wajahnya tak lagi hanya di layar ponsel, tapi kini menatap tajam ke kamera. Ia membuka semuanya.

Tentang perkenalan, tentang video, dan tentang anak yang tak lagi dinafkahi. Dalam konferensi pers yang digelar Jumat, 11 April 2025, Lisa bicara dengan suara pelan, tapi jelas.

Awalnya ia hanya kenal RK karena dikenalkan oleh seorang pria bernama AA. Pertemuan terjadi di Palembang, 2 Juni 2021.

Lisa disuruh datang ke apartemen. Ia tak tahu bahwa kedatangannya atas permintaan pribadi Ridwan Kamil, mantan Gubernur Jawa Barat. Sosok yang ia kenal sebagai pejabat publik, suami dari Atalia, dan ayah dari Eril.

Lisa sempat kaget. Tapi tak butuh waktu lama untuk merasa nyaman. Menurutnya, Ridwan Kamil adalah sosok yang bisa menjadi dua hal sekaligus: pacar dan ayah.

Dalam pengakuannya, Lisa menyebut bahwa ia tumbuh tanpa figur ayah. Ketika RK bersikap hangat, penuh perhatian, dan melindungi, hatinya luluh. Dalam psikologi, ini dikenal sebagai emotional grooming.

Hubungan yang dibentuk pelaku agar korban merasa aman, tapi sebenarnya sedang dijerat. Lisa menyebut, “Saya ini enggak punya sosok bapak. Dia kadang kayak pacar, kadang kayak ayah. Saya merasa diperhatikan. Saya luluh.”

Dalam ilmu sosiologi, ini disebut trauma bonding. Ketika korban terikat secara emosional karena relasi kuasa dan ketergantungan.

Kedekatan mereka berlanjut. Lisa mengaku pernah diminta membuat video syur. Bukan atas kemauannya sendiri. Tapi permintaan AA. Katanya, itu untuk RK. Diiming-imingi Rp50 juta.

Tapi uang itu tak pernah sampai ke tangan Lisa. Ia hanya jalani instruksi. Setelah video itu dibuat, Ridwan Kamil tiba-tiba menghubunginya lewat DM Instagram. Langsung video call.

Sejak saat itu, komunikasi makin intens. Hubungan makin dalam. Bahkan lanjut ke tahap serius. Lisa mengaku tak pernah mengira semuanya akan jadi rumit. Tapi ia juga tak menolak.

Semua terjadi begitu saja. “Saya enggak tahu apakah itu fetish Pak RK. Saya cuma disuruh bikin video syur oleh AA, katanya atas permintaan beliau.”

Lisa tidak menyebut ada paksaan fisik. Tapi ketika hubungan dibangun atas dasar ketimpangan, konsen jadi isu yang rumit.

Dalam relasi seperti ini, antara figur publik yang punya kuasa dan perempuan muda yang bergantung secara emosional, persetujuan bisa jadi samar. Kini Lisa tak lagi bicara soal cinta.

Atau status. Ia tak minta dinikahi. Ia hanya menuntut satu hal: tanggung jawab. Menurut pengakuannya, Ridwan Kamil tak lagi menafkahi anak mereka sejak delapan bulan lalu.

“Saya enggak mau dijadikan istri. Saya cuma minta tanggung jawab untuk anak. Jangan menghilang begitu saja,” ucapnya.

Skandal ini mengguncang citra. Bukan hanya soal pribadi. Tapi juga soal etika. Tentang bagaimana tokoh publik memperlakukan perempuan.

Tentang relasi kuasa yang menyamar jadi perhatian. Tentang hak seorang anak yang tak boleh diabaikan.

Lisa sudah bicara. Dengan luka. Dengan keberanian. Sekarang publik menunggu, akankah Ridwan Kamil menjawab? (*)