
Jakarta, Katasulsel.com — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan praktik suap yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, dalam perkara korupsi ekspor minyak mentah kelapa sawit (CPO). Arif diduga meminta uang suap sebesar Rp60 miliar agar tiga korporasi tersangka dalam kasus tersebut divonis lepas atau ontslag.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan bahwa praktik suap ini bermula dari pertemuan antara Ariyanto Bakri, pengacara tiga korporasi tersangka, dengan Wahyu Gunawan, seorang panitera di PN Jaksel. Dalam pertemuan itu, Ariyanto meminta agar kasus kliennya diputus bebas dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar.
Kesepakatan tersebut kemudian disampaikan Wahyu Gunawan kepada Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta. Namun, Arif justru menyetujui vonis lepas dengan syarat jumlah uang suap ditingkatkan menjadi Rp60 miliar, yakni tiga kali lipat dari nominal awal.
“Muhammad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus ontslag, namun meminta uang Rp20 miliar dikalikan tiga sehingga totalnya Rp60 miliar,” ungkap Qohar dalam konferensi pers yang digelar Senin (14/4/2025) dini hari.
Ariyanto pun menyetujui permintaan itu dan menyerahkan uang sebesar Rp60 miliar dalam bentuk dolar AS kepada Wahyu Gunawan. Sebagai imbalannya, Wahyu juga menerima USD50.000 dari Arif sebagai “jasa pendukung” dalam proses tersebut.

“Wahyu Gunawan mendapat bagian setelah penyerahan uang tersebut, yaitu USD50.000 dari Muhammad Arif Nuryanta,” ujar Qohar.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, termasuk Muhammad Arif Nuryanta sebagai Ketua PN Jaksel, pengacara Ariyanto Bakri, dan Marcella Santoso. Kejagung menegaskan pengusutan ini merupakan bagian dari upaya bersih-bersih lembaga peradilan dari mafia hukum dan korupsi yang merusak integritas sistem hukum di Indonesia.(*)
Tinggalkan Balasan