
Gowa, indotime.com — Penegakan hukum kembali menghadirkan babak baru dalam pengungkapan sindikat pemalsuan uang rupiah yang mencengangkan publik. Pada Selasa (14/4/2025), Kejaksaan Negeri Gowa menerima penyerahan tahap kedua tersangka kunci, Annar Salehuddin Sampetoding (ASS), dari penyidik Polres Gowa. Nama terakhir ini diyakini sebagai penggerak finansial utama dalam mata rantai gelap peredaran uang palsu yang melibatkan figur-figur dari berbagai profesi.
Berstatus sebagai financier bayangan, ASS tidak terlihat di permukaan aktivitas ilegal ini. Namun keterlibatannya sangat sentral, karena perannya sebagai penyandang dana produksi uang palsu menjadikannya sebagai tulang punggung operasional kejahatan ini.
Dalam konsep hukum pidana, peran seperti ini masuk dalam kategori turut serta (deelneming), sesuai Pasal 55 KUHP, yang dalam doktrin hukum disebut sebagai actor intellectualis—pengendali di balik layar yang mengatur arsitektur kejahatan secara sistematis.
ASS menjadi tersangka ke-15 dalam perkara yang telah menyeret akademisi, aparatur sipil negara, hingga pegawai bank. Ironi besar tergambar saat aparat penegak hukum mengumumkan bahwa salah satu pelaku utama lain adalah Andi Ibrahim, Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar, yang diketahui berperan aktif dalam produksi fisik uang palsu. Fakta ini memperkuat asumsi bahwa kejahatan pemalsuan rupiah tidak lagi bersifat sporadis, melainkan telah membentuk jaringan dengan struktur sosial yang kompleks.
Lebih dari sekadar kejahatan ekonomi, perkara ini adalah kejahatan terhadap simbol kedaulatan negara. Rupiah adalah identitas bangsa.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang tidak hanya memuat norma pidana, tetapi juga memuat prinsip fundamental bahwa setiap upaya pemalsuan rupiah adalah bentuk pengingkaran terhadap otoritas moneter negara. Oleh karena itu, ancaman pidana maksimal 15 tahun dan denda Rp50 miliar bukan sekadar hukuman, melainkan pesan moral atas tindakan yang mencederai sistem keuangan nasional.
Pengungkapan kasus ini dimulai dari penyidikan mendalam oleh Polres Gowa yang kemudian menyerahkan total 11 berkas perkara dengan 14 tersangka ke Kejari Gowa pada Maret 2025 lalu. Di antaranya tercatat nama-nama yang mengejutkan: dari pegawai bank, guru PNS, hingga wiraswasta dan ibu rumah tangga.
Modusnya beragam—dari memproduksi, mengedarkan, hingga menerima uang palsu—membentuk jaringan kejahatan horizontal dan vertikal dengan disiplin kerja bak organisasi formal.
Kepala Kejati Sulsel, Agus Salim, memastikan penanganan kasus ini berjalan tanpa kompromi. Dalam pernyataan resminya, ia menyampaikan bahwa seluruh Jaksa Penuntut Umum yang ditunjuk telah dibekali dengan prinsip integritas dan akuntabilitas penuh, serta menjunjung asas due process of law yang adil dan transparan. Ia menegaskan tidak akan memberi ruang bagi praktik KKN di dalam proses penegakan hukum perkara ini.
Dalam upaya menegakkan hukum secara efektif, Kepala Kejari Gowa, Muhammad Ihsan, juga memastikan bahwa Surat Dakwaan terhadap tersangka ASS tengah disusun dan segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Gowa. Selama masa penahanan 20 hari di Rutan Kelas I Makassar, kontrol ketat diberlakukan, dan setiap komunikasi dengan tersangka wajib melalui izin JPU.
Fenomena pemalsuan uang ini menjadi potret rapuhnya integritas sebagian elemen masyarakat yang tergoda keuntungan instan. Dalam terminologi kriminologi modern, jaringan seperti ini disebut sebagai white-collar crime syndicate—kejahatan kerah putih yang terorganisir dan menyamar di balik jabatan atau profesi yang terhormat.
Maka penanganannya tidak cukup hanya melalui pemidanaan, tapi juga dengan edukasi sosial dan pemulihan nilai moral publik terhadap makna uang sebagai alat pertukaran dan simbol stabilitas nasional.(*)
Tinggalkan Balasan