Example 650x100

Subuh masih gelap. Waktu baru menunjuk pukul 05.00 WITA, Selasa, 15 April 2025.

Laporan: Edy Basri

DI SALAH satu sudut Sidrap, tepatnya di Posko Kampung Bebas Narkoba (KBN) Mappadeceng Satnarkoba Polres Sidrap, di Pangkajene, ada yang bergerak.

Bukan razia. Bukan penggerebekan. Tapi sebuah niat baik dari keluarga—yang datang melapor, meminta tolong, membawa satu pria, inisialnya W.

Bukan untuk ditangkap, tapi untuk diselamatkan.

Example 970x970

Di dunia hukum, ini dikenal sebagai voluntary submission atau penyerahan diri secara sukarela demi rehabilitasi.

Dalam bahasa Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ini bisa jadi pintu menuju Pasal 54: “Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial.”

Bukan perkara malu atau aib. Ini justru tindakan preventif, bagian dari harm reduction.

Karena ketika keluarga berani buka suara, negara wajib membuka pelukan. Itulah kenapa AIPTU Hendra, SH, selaku Sekretaris KBN Mappadeceng, bersama BRIPTU Ade Imran dari Sat Resnarkoba Polres Sidrap, langsung gerak cepat.

Tak ada stigma. Tak ada borgol. Hanya niat membawa W ke arah yang lebih baik.

Tujuan pertama: Klinik Pratama BNNP Provinsi Sulsel. Di sana, W menjalani proses assessment. Pemeriksaan urine dilakukan oleh petugas medis.

Dan hasilnya, jelas: memenuhi syarat untuk direhabilitasi. Tidak cukup hanya dinyatakan ‘layak’.

Harus ada rekomendasi resmi dari tim asesmen. Medical clearance keluar, rekomendasi pun diteken.

Titik berikutnya: Balai Rehabilitasi Napza Mayang Aza, di bawah naungan RSUD Sayang Rakyat Provinsi Sulsel, Makassar.

Prosedur berjalan sebagaimana mestinya. Setibanya di lokasi, klien difoto toraks di ruang radiologi—bagian dari skrining kesehatan dasar.

Ini standar medis. Tidak bisa langsung rawat inap tanpa data medis awal. Keluarga mendaftarkan secara resmi. Bukan lagi sekadar ‘pasien’, tapi residen rehabilitasi.

Jam menunjukkan 14.30 WITA ketika semuanya rampung. Tak ada keributan. Tak ada dramatisasi.

Hanya ketenangan yang lahir dari keputusan yang berani: memilih jalan rehabilitasi ketimbang pembiaran.

Hari itu, bukan hanya W yang dibawa menuju tempat pemulihan. Tapi juga harapan keluarga yang ingin melihat perubahan. Di balik istilah hukum dan prosedur klinis, ada cinta yang lebih kuat dari stigma.

Dan untuk KBN Mappadeceng serta Sat Resnarkoba Polres Sidrap, ini bukan sekadar tugas. Ini misi kemanusiaan.

Sebab menyelamatkan satu nyawa dari jerat Napza, berarti memberi satu kesempatan lagi untuk hidup yang lebih bermakna.(*)